Dunia Hadapi Tantangan yang Berselang Seling dari Perubahan Iklim dan Konflik

Quang Dung
Chia sẻ
(VOVWORLD) - Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa pada pekan lalu mengadakan sesi pembahasan terbuka tentang perubahan iklim dan konflik, menganggap ini sebagai dua faktor yang paling serius saat ini yang mengakibatkan kelaparan di dunia, dari situ menghancurkan lingkungan damai dan keamanan internasional.

Dengan tema: “Dampak perubahan iklim dan situasi kerawanan pangan terhadap pemeliharaan perdamaian dan keamanan internasional”, sesi pembahasan DK PBB berlangsung secara terbuka dari tanggal 13 sampai 14 Februari, menurut gagasan Guyana, negara Ketua bergilir DK PBB untuk bulan Februari. Wakil dari hampir 90 negara beserta Sekretaris Jenderal (Sekjen) PBB dan pimpinan berbagai organisasi internasional menghadiri pembahasan tersebut.

Dunia Hadapi Tantangan yang Berselang Seling dari Perubahan Iklim dan Konflik - ảnh 1Anak-anak menunggu menerima bahan makanan bantuan di Rafah, Jalur Gaza (Foto: Xinhua . VNA)

Konflik dan Perubahan Iklim Meningkatkan Kelaparan dan Kemiskinan

Pada sesi-sesi pembahasan, pimpinan PBB beserta banyak negara dan organisasi internasional mempunyai penilaian bersama bahwa dunia sedang memasuki satu periode instabilitas baru ketika perubahan iklim dan konflik saling berdampak dan meningkatkan kerawanan pangan global. Menurut Sekjen PBB, Antonio Guterres, konflik memaksa jutaan orang harus mengungsi, merusak infrakstruktur produksi pertanian, sementara itu perubahan iklim meningkatkan fenomena-fenomena cuaca ekstrim seperti: kekeringan, banjir dan sebagainya sehingga meresotnya produktivitas pangan,  merusak panenan, mengubah cara-cara eksploitasi hasil pertanian dan perikanan tradisional. 

Kepala PBB mengutip data-data Program Pangan Dunia (WEF) yang mengatakan bahwa kelaparan serius meningkat secara terus-menerus di seluruh dunia selama tahun-tahun ini dan sampai akhir tahun lalu, lebih 330 juta orang di dunia menghadapi situasi ini, sama artinya bisa segera mengancam korban jiwa kalau kurang langkah-langkah bantuan. Ketika berbagi tentang penilaian ini, Sekretaris urusan Konvensi Kerangka PBB tentang Perubahan Iklim (UNFCCC), Simon Stiell, mengatakan: 

“Hanya baru beberapa tahun lalu, dunia percaya bisa menghapuskan kelaparan, tetapi saat ini di antara 10 orang di bumi ini ada 1 orang yang harus menghadapi kelaparan kronis. Angka ini tidak bisa diterima. Kalau perubahan iklim meningkat, maka situasi ini akan lebih buruk. Perubahan iklim sedang turut mengakibatkan kerawanan pangan dan meningkatkan konflik”. 

Wakil Direktur Jenderal Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (FAO), Ibu Beth Bechdol, mengatakan bahwa konflik-konflik besar di dunia saat ini seperti: konflik Rusia-Ukraina, konflik di Jalur Gaza merupakan bukti yang paling jelas tentang dampak-dampak konflik terhadap ketahanan pangan, ketika kerugian terhadap sistem pertanian di Ukraina diperkirakan mencapai sekitar 40 miliar USD, sedangkan sekitar 2,2 juta orang di Jalur Gaza jatuh ke dalam kelaparan serius di berbagai tingkat yang berbeda. 

Memprioritaskan Tindakan Darurat

Pada latar belakang kerawanan pangan global yang meningkat seperti saat ini, PBB mengimbau komunitas internasional supaya segera bertindak. Menurut Sekjen PBB, Antonio Guterres, kelaparan selalu mengakibatkan  huru hara: 

“Jika tidak bertindak, maka situasi akan semakin buruk. Konflik-konflik meningkat, krisis iklim sedang meledak ketika emisi gas terus meningkat drastis. Guna menghindari ancaman-ancaman yang semakin meningkat terhadap perdamaian dan keamanan internasional, kita perlu bersama-sama segera bertindak untuk menghancurkan hubungan yang mematikan antara konflik, perubahan iklim dan kerawanan pangan”.

Dunia Hadapi Tantangan yang Berselang Seling dari Perubahan Iklim dan Konflik - ảnh 2Sekjen PBB, Antonio Guterres (Foto: Xinhua / VNA)

Menurut Menteri Luar Negeri Guyana, Hugh Hilton Todd, meskipun sudah memahami dengan jelas dampak-dampak dari konflik dan perubahan iklim terhadap perdamaian dan keamanan, tetapi DK PBB perlu cepat mengesahkan satu strategi yang berjangka panjang, berdasarkan pada penilaian-penilaian risiko yang komprehensif, bersamaan dengan itu menggunakan data dan analisis untuk membangun satu sistem pangan global baru yang berkelanjutan. Wakil Direktur Jenderal FAO, Beth Bechdol juga beranggapan bahwa hal yang darurat ialah membangun satu sistem pertanian dan pangan untuk menghadapi perubahan iklim, yang meliputi semua proses produksi pangan, dari cocok tanam hingga pengawetan. 

Ketika menyinggung tema ini, pada satu lolakarya internasional yang diadakan pada tanggal 14 Februari, di Roma, Italia, Presiden Dana Internasional untuk Pengembangan Pertanian PBB (IFAD), Alvaro Lario mengimbau investasi yang lebih banyak untuk inovasi kreatif di bidang pertanian, dengan intisari ialah pola-pola pertanian dengan skala kecil dan menengah di daerah pedesaan. Menurut Presiden IFAD, sekarang di dunia ada sekitar 3 miliar orang yang tinggal di daerah-daerah pedesaan di negara-negara berkembang dan hampir semuanya melakukan produksi pertanian dengan skala kecil, hanya menerima 1% sumber keuangan iklim global. Kepala IFAD menilai bahwa hal ini perlu diubah karena petani adalah orang-orang pertama yang terkena dampak langsung dari perubahan iklim, sehingga perlu diperlengkapi secara lebih baik dalam hal keuangan dan teknologi.

 

Komentar