Laporan IMF diumumkan dalam rangka sidang Musim Gugur dari Dana ini dan Kelompok Bank Dunia (WB) yang berlangsung dari tgl 21 hingga tgl 26 Oktober, di Washington DC, Amerika Serikat (AS). Ini merupakan event tahunan yang menghimpun partisipasi dari para pakar ekonomi-keuangan terkemuka dunia untuk mendiskusikan masalah-masalah besar dari perekonomian global.
Perang Melawan Inflasi Mereda
Dalam pidato pembukaan pekan sidang IMF dan WB, Direktur Eksekutif IMF, Kristalina Georgieva menunjukkan bahwa salah satu di antara titik-titik cerah yang sangat menggembirakan bagi ekonomi global ialah perang melawan inflasi mencapai banyak hasil positif di beberapa perekonomian besar di dunia.
Tetapi, titik yang cerah dalam perang melawan inflasi tidak dilakukan seiring dengan prospek pertumbuhan ekonomi. Dalam laporannya, IMF tetap mempertahankan prakiraan pertumbuhan ekonomi global tahun ini di tingkat 3,2 persen seperti yang telah diprakirakan pada bulan Juli lalu, tapi menurunkan prakiraan pertumbuhan tahun depan menjadi 3,2 persen, lebih rendah 0,1 poin persen dibandingkan dengan perkiraan sebelumnya, pada pokoknya dikarenakan kelemahan dari perekonomian-perekonomian di kawasan Eurozone (hanya meningkat 0,8 persen pada tahun ini dan 1,2 persen pada tahun depan) serta ketidakpastian dari perekonomian Tiongkok. Pertumbuhan jangka menengah diprakirakan menurun ke tingkat rata-rata 3,1 persen selama 5 tahun, lebih rendah dibandingkan dengan kecenderungan sebelum pandemi Covid-19. Direktur Eksekutif IMF, Ibu Kristalina Georgieva memberitahukan:
“Pertumbuhan pada jangka menengah diprakirakan suram, tidak terlalu rendah dibandingkan dengan masa sebelum wabah, tapi juga tidak cukup baik. Pertumbuhan ini tidak cukup bagi dunia untuk mengentaskan laparan dan kemiskinan, tidak cukup untuk menciptakan jumlah lapangan kerja yang diperlukan, tidak cukup untuk membawa sumber pemungutan pajak yang diperlukan oleh Pemerintah-Pemerintah untuk membayar utang-utang besar pada saat masih harus membiayai investasi yang amat besar, termasuk transformasi hijau”.
Risiko tentang Geopolitik dan Gangguan Perdagangan
Ketika mengungkapkan semua risiko terhadap prospek pertumbuhan ekonomi global, para ekonom IMF mengajukkan kemungkinan bahwa harga minyak dan beragam barang lain meningkat secara mendadak, apabila konflik di Timur Tengah dan Ukraina melanda secara luas. Menurut Ibu Kristalina Georgieva, peringatan-peringatan tentang gangguan-gangguan perdagangan global yang dikeluarkan oleh IMF sejak tahun 2019 sedang menjadi kenyataan dan semakin lebih memburuk sehingga perdagangan tidak merupakan motivasi pertumbuhan lagi dari ekonomi global seperti dulu. Ibu Petya Koeva-Brooks, Wakil Kepala Direktorat Penelitian IMF menilai:
"Semua bahaya utama yang mendatangkan penurunan pertumbuhan yang kami lihat ialah eskalasi konflik geo-politik, peningkatan kebijakan-kebijakan tentang proteksi perdagangan, kelemahan dari pasar tenaga kerja atau semua fluktuasi kembali di pasar keuangan”.
Di samping risiko geo-politik, para pakar IMF dengan khusus menaruh perhatian pada bahaya dari peningkatan perang-perang perdagangan ketika beberapa perekonomian besar secara dratis meningkatkan tarif ekspor- impor dan langkah-langkah balasan satu sama lain. IMF memperingatkan, apabila Amerika Serikat (AS), kawasan Eurozone dan Tiongkok mengenakan tarif tambahan sebesar 10 persen satu sama lain dan AS meningkat 10 persen tarif terhadap negara-negara lain di dunia, IMF mungkin menurunkan prakiraan Produk Domestik Bruto (PDB) global 0,8 persen lagi pada tahun depan dan 1,3 persen pada tahun 2026.
Peringatan ini juga menjadi lebih diperhatikan di konteks Uni Eropa dan Tiongkok selama ini meningkatkan ketegangan perdagangan yang terkait dengan kendaraan listrik Tiongkok dan mulai mengenakan tarif balasan satu sama lain, bersamaan itu, pemilihan Presiden AS pada bulan November diprakirakan bisa berpengaruh besar terhadap hubungan ekonomi dunia ketika kedua kandidat, baik Kamala Harris dari Partai Demokrat maupun Donald Trump dari Partai Republik menyatakan akan melaksanakan banyak pengubahan terhadap kebijakan ekonomi AS.
Tetapi, Direktur Eksekutif IMF, Ibu Kristalina Georgieva menyatakan bahwa Pemerintah AS selalu mengejar kebijakan-kebijakan yang sangat realistis, maka siapapun yang menjadi Presiden AS juga akan tidak bisa mengabaikan kenyataan perekonomian global dan mengejar kebijakan sepihak.