Para migran (Foto: Al Jazeera ) |
Sejak krisis migran meledak, Uni Eropa semakin menghadapi tantangan-tangan serius. Walaupun negara-negara anggotanya telah berupaya keras untuk memecahkannya, tetapi karena ada perbedaan pendapat tentang cara-cara pendekatan di masing-masing negara sehingga membuat Eropa semakin terpecah-belah dalam menghadapi masalah ini. Oleh karena itu, tercapainya satu permufakatan pada waktu ini, walaupun masih ada perdebatan dianggap sebagai terobosan yang memenuhi harapan dari 28 negara anggota Uni Eropa, terutama negara-negara di garis depan dalam menghadapi arus migran yang perlu mendapat bantuan dan berbagi beban.
Kemajuan yang positif
Menurut isi permufakatan ini, 28 negara anggota membentuk “pusat-pusat kontrol” di wilayah Uni Eropa untuk menyambut para migran yang diselamatkan di laut. Basis-basis ini akan ditempatkan di negara-negara anggota “relawan” dan membolehkan bisa membedakan secara cepat orang-orang yang punya cukup syarat untuk meminta izin mengungsi dengan orang-orang yang melakukan migrasi dengan alasan ekonomi. Ini dianggap sebagai satu terobosan terbanding dengan langkah-langkah sebelumnya karena pembentukan tempat-tempat penerimaan ini yang dulu ditentang oleh banyak negara.
Selain itu, Uni Eropa sepakat menerapkan cara pendekatan yang menyeluruh terhadap masalah migran, meliputi masalah mengontrol secara lebih efektif garis perbatasan luar Uni Eropa, mencegah kembalinya arus pengungsi yang tidak bisa dikontrol seperti pada tahun 2015 dan terus mencegah migran ilegal di semua jalan yang sekarang ada dan baru muncul. Permufakatan ini juga menegaskan bahwa negara-negara Uni Eropa akan memberikan lebih banyak lagi bantuan kepada Italia dan negara-negara di kawasan Laut Tengah yang lain untuk mencegah para pedagang manusia dari Libia dan banyak negara lain. Dua puluh delapan pemimpin Uni Eropa juga sepakat mempelajari pembentukan tempat-tempat penerimaan migran yang lain luar Uni Eropa, mungkin di Afrika Utara dalam upaya mencegah kapal-kapal perdagangan manusia yang menuju ke Uni Eropa.
Permufakatan Uni Eropa ini telah mendapat banyak reaksi yang positif. Badan-badan pertolongan Perserikatan Bangsa-Bangsa menyambut permufakatan ini, bersamaan itu mendesak blok ini supaya memprioritaskan langkah-langkah menjamin jiwa dan keselamatan migran. Sementara itu, wakil Organisasi Imigrasi Internasional dari Perserikatan Bangsa-Bangsa menyatakan bahwa semua langkah tentang masalah migran harus disetujui di seluruh Eropa, membantu negara-negara di “daerah-daerah yang paling sulit”, dalam masalah migran seperti Italia dan pusat-pusat penanganan prosedur penerimaan migran harus ditempatkan di Eropa.
Ada banyak perselisihan yang perlu dipecahkan
Walaupun permufakatan ini dinilai sebagai kemajuan positif, tetapi para analis dan para pemimpin Uni Eropa menilai bahwa masih terlalu dini untuk mengungkapkan keberhasilan dari permufakatan ini. Karena dalam permufakatan ini masih ada banyak masalah yang dibuka dan masih ada banyak kesulitan yang menguasasi proses pelaksanaan permufakatan ini.
Pertama, walaupun mencapai kesepakatan secara prinsipiil tentang pembentukan pos-pos penerimaan luar wilayah Uni Eropa dan pusat-pusat tertutup di wilayah Eropa, tetapi kongkritnya ditempatkan di mana belum ada jawaban. Juga serupa itu, rencana pembentukan pusat-pusat tertutup di wilayah Eropa juga diiringi dengan syarat “sukarela”, berarti tidak ada ketentuan yang mewajibkan sebuah negara anggota Uni Eropa harus memikul tanggung-jawab. Karena faktor “sukarela” ini, maka Perancis, Italia atau Spanyol juga menunjukkan minat menolak pembentukan pusat-pusat ini di wilayah negara mereka.
Kedua, masalah yang tetap menimbulkan perselisihan ialah pengelolaan arus pengungsi tingkat kedua yaitu arus pengungsi setelah telah tiba di Eropa terus datang ke beberapa negara lain. Akhirnya, perselisihan paling besar yang masih ada antara negara-negara Eropa ialah masalah merevisi atau bahkan menghapuskan ketentuan-ketentuan tentang masalah negara mana yang didatangi oleh pengungsi untuk pertama kalinya, maka negara itu harus memikul tanggung-jawab. Dalam permufakatan baru ini, negara-negara baru berhenti dalam masalah terus melakukan penelitian dan peninjauan, jadi tidak mengeluarkan waktu kongkrit.
Di depan mata cukup banyak tantangan. Secara tertulis, permufakatan yang dicapai pada KTT kali ini dianggap akan menciptakan keberbagian yang lebih seimbang antara negara-negara anggota Uni Eropa dalam memecahkan masalah migran, tapi cukup tidak jelas dan tipis. Pastilah bahwa pada hari-hari mendatang, para pemimpin Eropa akan harus pusing kepala untuk menemukan solusi-solusi yang bisa memenuhi keinginan yang sangat beranekaragam, bahkan penuh kontradiksi dari negara-negara anggota dalam memecahkan krisis migran.