Dalam Laporan pemantauan perdagangan tahunan mengenai Keseluruhan lingkungan perdagangan internasional yang diumumkan pada 3 Desember, Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) menilai bahwa perdagangan global pada tahun 2025 menghadapi sejumlah tantangan paling serius dalam 80 tahun terakhir akibatkebijakan tarif sepihak dan peningkatan ketegangan geo-politik global.
Ilustrasi (Foto: kinhte.vn) |
Tantangan Terbesar
Menurut Direktur Jenderal (Dirjen) WTO, Ngozi Okonjo-Iweala, berbagai gejolak pada separuh pertama tahun 2025, khususnya setelah Pemerintahanan pimpinan Presiden Donald Trump menerapkan kebijakan tarif timbal balik telah menjadi tantangan-tantangan terbesar yang dihadapi perdagangan global selama delapan dekade terakhir.
Sesuai dengan perhitungan WTO pada bulan Juni, pada saat terfragmentasi perdagangan global menjadi blok-blok perdagangan yang saling bersaing, ekonomi dunia akan menyusut setidaknya 7 persen Produk Domestik Bruto (PDB) secara nyata pada jangka panjang. Pada 9 Desember, Konferensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang perdagangan dan pembangunan (UNCTAD) juga memprakirakan bahwa perdagangan komoditas dan layanan global untuk pertama kalinya melampaui 35 triliun dolar Amerika Serikat (AS) pada tahun ini.
Tetapi, meskipun sudah mengatasi “angin sakal”, maka semua gejolak kuat pada 2025 terus menyatakan peran dan perlunya dalam merombak sistem-sistem perdagangan multilateral dengan WTO sebagai pilar utama. Dirjen WTO, Ngozi Okonjo-Iweala menilai:
“AS mempunyai beberapa kecemasan yang sah dan bisa dimengerti tentang WTO serta sistem perdagangan multilateral, bersamaan itu, negara-negara anggota WTO yang maju dan berkembang lainnya juga memiliki kecemasan masing-masing. Oleh karena itu, kita bisa memanfaatkan berbagai kecemasan ini untuk mengubah sistem secara lebih baik”.
Menurut WTO, salah satu faktor yang menumbuhkan optimisme yaitu hampir sekitar 72 persen perdagangan global masih berlangsung berdasarkan prinsip Negara Paling Disukai (MFN). Sejalan dengan tren peningkatan proteksionisme, para anggota dan pengamat WTO memperkuat langkah-langkah dalam memfasilitasi perdagangan baru terhadap komoditas. Dalam gelombang peninjauan Badan Peninjauan Kebijakan Perdagangan WTO (TPRB) pada awal Desember lalu, tercatat 331 langkah kebijakan telah diberlakukan dengan nilai perdagangan yang diprakirakan mencapai 2 triliun miliar dolar AS, lebih tinggi sekitar 1,5 kali lipat dibandingkan dengan angka 1,4 trliun miliar dolar AS pada laporan sebelumnya.
Prospek untuk Tahun 2025
Terkait prospek perdagangan global tahun 2026, WTO, UNCTAD dan sejumlah organisasi internasional lainya menyampaikan penilaian yang berhati-hati. Menurut Marc Bachetta, ekonom senior WTO, hal yang paling menonjol dari perdagangan global dalam tahun mendatang tetaplah berkait dengan kebijakan nperdagangan nasional, terutama negara adi kuasa tentang perdagangan. Oleh karena itu, WTO memprediksi pertumbuhan perdagangan komoditas global hanya mencapai 0,5 persen pada tahun 2026. UNCTAD juga memprediksi pertumbuhan tahun 2026 akan lebih lemah karena ekonomi global melambat, utang meningkat, dan tingginya biaya perdagangan.
Tetapi, beberapa faktor positif bisa mengubah lanskap perdagangan global pada waktu mendatang, khususnya tren peningkatan kebutuhan tentang semua produk yang terkait dengan teknologi kecerdasan buatan (AI). Menurut semua data statistik WTO, kebutuhan terhadap produk ini meningkat 20 persen pada paruh pertama tahun 2025, sehingga menyumbang hampir separuh pertumbuhan perdagangan global meskipun hanya menduduki 10 persen dari total nilai perdagangan komoditas. Oleh karena itu, AI dipandang sebagai salah satu unsur penting yang mengubah dinamika perdagangan global pada tahun 2026. Johanna Hill, Wakil Dirjen WTO menilai:
“AI membawa secerah harapan bagi perdagangan di konteks dunia mengalami perkembangan yang semakin rumit. AI membuka peluang dalam menurunkan biaya perdagangan, mendorong produktivitas dan meningkatkan partisipasi di pasar global. Tetapi, hal yang terpenting yaitu semua potensi AI dalam mendorong pertumbuhan yang inklusif hanya dapat dilaksanakan apabila kita bertekad gigih untuk mempersempit pemisahan digital”.
Satu faktor lainya yang juga disoroti dalam laporan UNCTAD pada 9 Desember yaitu pertumbuhan perdagangan global tahun 2025 mayoritasnya berasal dari peningkatan volume transaksi, yang mencerminkan permintaan riil yang relatif stabil, bukan dari kenaikan harga yang menyebabkan inflasi. Di samping itu, tren pergeseran perdagangan menuju mitra yang memiliki kedekatan politik dan mitra geografis terdekat sedang membentuk ulang rantai perdagangan global yang dicerminkan dengan jelas di kawasan Asia Timur, tempat di mana memelopori pertumbuhan ekspor tahun 2025 dengan peningkatan 9 persen, sementara itu, perdagangan internal juga meningkat 10 persen. Selain Asia Timur, Afrika dan perdagangan Selatan-Selatan juga mencapat laju pemulihan yang kuat. Perkembangan ini menunjukkan peran yang semakin besar dari perekonomian-perekonomian yang baru muncul terhadap arus perdagangan global.