Menjelang Pekan tingkat tinggi MU PBB Angkatan ke-79 (UNGA-79), pemimpin banyak negara telah menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Masa Depan PBB (dari 22 sampai 23 September) dan mengesahkan Perjanjian Masa Depan, menetapkan 56 komitmen aksi pada dekade-dekade mendatang. Ini dianggap sebagai pemacu bagi UNGA-79, pada latar belakang peranan PBB dalam menjamin perdamaian dan keamanan di dunia lebih disangsikan dari pada yang sudah-sudah.
Instabiltias Keamanan Global
Pada saat aktivitas-aktivitas diplomatik tingkat tinggi yang pertama dilangsungkan di New York, dunia terus menyaksikan bahaya meledaknya satu konflik baru. Di Timur Tengah, situasi konfrontasi antara Israel dan pasukan Hezbollah di Lebanon bereskalasi secara serius, sehingga memojokkan kedua pihak ke ambang dari satu perang yang komprehensif. Pada latar belakang konflik antara Israel dan Gerakan Hamas di Jalur Gaza terjadi selama satu tahun dan belum terlihat akan berakhir, risiko meledaknya konflik antara Israel dan pasukan Hezbollah, sekutu dekat yang memiliki kekuatan yang jauh lebih kuat dari pada pasukan Hamas, bisa memojokkan seluruh kawasan Timur Tengah ke dalam perang komprehensif yang jauh lebih sengit.
Panosama Sidang UNGA-79 di New York, Amerika Serikat, 22 September 2024 (Foto: Xinhua/VNA) |
Semua yang sedang berlangsung di Timur Tengah membuat tuntutan-tuntutan tentang pelaksanaan peranan PBB dalam menjamin perdamaian dan keamanan dunia menjadi lebih mendesak. Sejak konflik di Jalur Gaza meledak pada bulan Oktober tahun lalu hingga situasi di ambang perang di Lebanon Selatan saat ini, ada hampir 50.000 warga sipil yang telah tewas, di antaranya sekitar 2/3 jumlahnya adalah perempuan dan anak-anak. Namun, selain aktivitas-aktivitas bantuan kemanusiaan, PBB hampir-hampir mengalami jalan buntu dalam mendorong dan memaksa satu solusi politik untuk menghentikan konflik. Hal serupa juga terjadi dalam konflik yang akan memasuki tahun ketiga di Ukraina. Menurut wakil banyak negara anggota PBB, masalah kunci dari kemacetan ini ialah mekanisme aktivitas Dewan Keamanan PBB yang tidak sesuai lagi. Oleh karena itu, perombakan PBB, khususnya Dewan Keamanan PBB, tidak bisa ditunda. Presiden Cile, Gabriel Boric, menyatakan:
“Tahun 2024 bukanlah tahun 1945. Kita sudah berkali-kali menyaksikan beberapa negara, yang karena mengalami perselisihan-perselisihan geopolitik, telah memveto satu revolusi. Akan tetapi, dunia saat ini sudah tidak lagi seperti itu. Negara-negara ini seharusnya tidak memiliki hak veto dan Dewan Keamanan PBB tidak mewakili dunia saat ini.”
Dengan pandangan yang sama, Menteri Luar Negeri Turki, Hakan Fidan juga beranggapan bahwa perlu harus meningkatkan kekuasaan Majelis Umum PBB, tempat berhimpunnya semua negara anggota PBB, alih-alih memfokuskan kekuasaan pada Dewan Keamanan PBB.
Perubahan iklim dan pembangunan yang berkelanjutan
Di samping tuntutan mendesak tentang perombakan PBB agar supaya organisasi ini melaksanakan secara lebih efektif misi tertingginya ialah menjamin perdamaian dan keamanan internasional, UNGA-79 juga harus membahas banyak tantantangan global besar yang lain, yang menonjol ialah komitmen penanggulangan perubahan iklim dari negara-negara dan laju pelaksanaan target-target pembangunan yang berkelanjutan (SDGs) sesuai dengan peta jalan 2030 dari PBB. Terkait dengan krisis iklim, UNGA-79 merupakan event diplomatik tingkat tinggi terakhir sebelum Konferensi Tingkat Tinggi ke-29 para peserta Konvensi Kerangka PBB tentang perubahan iklim -COP 29, yang diselenggarakan pada bulan November mendatang, di Azerbaijan, oleh karena itu, negara-negara perlu cepat mencapai kesepakatan tentang target-target yang lebih ambisius.
Direktur FAO, Qu Dongyu (Foto: Xinhua) |
Terhadap peta jalan pelaksanaan semua SDGs hingga tahun 2030, PBB juga perlu menciptakan motivasi baru bagi negara-negara anggota pada latar belakang hampir semua SDGs sedang terkena dampak kuat dari instabilitas lingkungan keamanan dan dampak perubahan iklim yang semakin serius. Direktur Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (FAO), Qu Dongyu, mengatakan:
“Dunia sedang menghadapi satu kenyataan ketahanan pangan dan nutrisi yang sangat mengecewakan. Pada tahun lalu, lebih dari 730 juta orang di dunia harus menghadapi kelaparan dan 2,3 miliar orang mengalami kerawanan pangan di tingkat menengah atau serius. Sekarang kita tidak berada di peta jalan untuk mencapai sebarang SDGs mana pun, dan kita juga sedang menyaksikan ketidaksetaraan yang berkepanjangan di banyak bidang, dari pendapatan, gender hingga pendekatan aset-aset dan peluang.”
Kerja sama Selatan-Selatan antar-negara berkembang juga merupakan topik besar lain yang patut diperhatikan pada UNGA-79, pada latar belakang negara-negara berkembang, atau juga disebut dunia Selatan (Gobal South), semakin memiliki suara yang lebih besar dalam masalah-masalah internasional. Pada hari-hari pertama Pekan diplomatik terbesar pada tahun ini di New York, ratusan pertemuan bilateral antara negara-negara berkembang telah diselenggarakan dan dikonkretkan dengan banyak kesepakatan kerja sama di berbagai bidang, dari ekonomi, perdagangan hingga energi dan teknologi.