Para migran diantar ke pelabuhan La Restingan, Spanyol setelah diselamatkan dari laut (Foto: AFP/VNA) |
Pakta Migrasi dan Suaka dari Uni Eropa (EU) yang baru merupakan paket yang meliputi 10 pasal, yang diadopsi oleh negara-negara anggota EU pada bulan Desember lalu, dengan titik beratnya ialah pembagian tanggung jawab antar-negara anggota, sekaligus mempercepat proses penyaringan bagi migran dan pengungsi.
Langkah maju yang bersejarah
Menurut pakta yang baru diesahkan, EU akan membangun satu mekanisme mekanisme penyaringan wajib bagi migran di penyeberangan perbatasan EU, termasuk identifikasi, pengumpulan data biometrik serta pemeriksaan kesehatan. Semua data ini akan dimasukkan pada paket data umum EU yang bernama Eurodac.
Yang patut diperhatikan, Pakta baru akan mengatur pembagian tanggung jawab di dalam EU menurut undang-undang, mewajibkan negara-negara lain untuk berpartisipasi dalam penerimaan dan pemukiman kembali para migran, pengungsi atau yang menerima perlindungan internasional di wilayahnya. Jika terjadi penolakan, negara tersebut diharuskan memberikan kontribusi keuangan atau memasok bantuan tentang material dan teknis kepada negara di garis depan. Ini merupakan perubahan yang sangat penting karena argumen mengenai “kuota” pengungsi menyebabkan perpecahan serius di dalam EU selama krisis pengungsi tahun 2015-2016, ketika banyak negara, seperti Hungaria dan Polandia, Republik Ceko, Slovakia (kelompok Visegrad) dengan tegas menolak untuk menerima para pengungsi, sementara Italia, Yunani, dan Spanyol harus menerima ratusan ribu orang.
Pengesahan Pakta Migrasi dan Suaka yang baru dianggap sebagai sukses politik yang besar bagi EU pada saat hanya tinggal 2 bulan lagi diadakan pemilihan Parlemen Eropa (dari tgl 6-9 Juni). Presiden Parlemen Eropa (EP), Ibu Roberta Metsola, memuji hal ini sebagai tonggak bersejarah bagi EU setelah 8 tahun mengalami kebuntuan:
“Kami telah memberikan suara untuk mengesahkan satu paket peraturan yang memberikan kerangka hukum kuat dan berlaku bagi semua negara anggota. Pakta ini mengedepankan manusia, memahami perbedaan dan aspek permasalahan yang sulit, sekaligus menjamin keamanan perbatasan di luar EU, memberikan kejelasan peraturan dan menjamin keseimbangan antara solidaritas dan tanggung jawab”.
Banyak pemimpin Eropa lainnya, seperti: Presiden Komisi Eropa (EC), Ursula von der Leyen; Perdana Menteri Jerman Olaf Scholz juga memuji Pakta baru ini sebagai langkah maju yang penting bagi Eropa dalam mencegah gelombang migrasi tidak teratur yang kembali meningkat dalam beberapa tahun terakhir. Sementara itu, Matteo Piantedosi, Menteri Dalam Negeri Italia, negara EU yang menerima migran dan pengungsi terbanyak, juga mengatakan bahwa Pakta baru ini merupakan kumpulan dari "kompromi terbaik" antar-negara EU saat ini.
Presiden Parlemen Eropa (EP), Roberta Metsola. (Foto: globeecho) |
Kontroversi mengenai hak-hak migran
Meskipun mendapat banyak penilaian positif dari para pemimpin EU, tetapi Pakta baru ini juga mendapat banyak kritik. Sebelum dan sesudah pemungutan suara Parlemen Eropa, 161 organisasi non-pemerintah (LSM) yang beraktivitas di bidang perlindungan hak asasi manusia, diantaranya organisasi- organisasi besar, seperti: Amnesti Internasional (Amnesty International), Komite Pertolongan Internasional (The International Rescue Committee atau Oxfam)... telah mengimbau para anggota parlemen Eropa untuk menentang Pakta ini karena kekhawatiran bahwa pengetatan peraturan di negara penerima akan sangat mempengaruhi hak-hak dari para migran dan pengungsi yang melarikan diri dari perang, konflik, kemiskinan dan berhak untuk dilindungi berdasarkan hukum internasional.
Diantaranya, beberapa ketentuan dalam Pakta tentang penahanan sementara, pengesahan dokumen dengan cepat, percepatan deportasi dan pemulangan menghadapi banyak kritik. Selain itu, banyak organisasi yang melindungi hak-hak migran dan pengungsi menentang Pakta ini karena mereka percaya bahwa partai-partai utama dalam EP menyetujui Pakta baru tersebut karena kekhawatiran akan meningkatnya pengaruh partai-partai sayap kanan dan demokratis sebelum pemilu Eropa. Johannes Rueckerl, juru bicara LSM Seebrucke, yang khusus melindungi hak-hak kaum migran, mengatakan:
“Kami menentang Pakta Migrasi dan Suaka yang baru karena tidak ada yang bisa memperbaiki keadaan. Banyak hal akan menjadi lebih buruk ketika hak asasi manusia dibatasi. Para migran dan pengungsi akan menghadapi lebih banyak bahaya.”
Selain penolakan dari banyak organisasi sipil, penerapan praktis Pakta baru ini di negara-negara EU juga mungkin menghadapi hambatan karena beberapa negara (seperti Polandia) terus menentang Pakta ini. Selain itu, beberapa partai sayap kanan dan populis di negara lain juga mengkritik Pakta tersebut karena menganggap peraturan-peraturannya tidak cukup keras. Oleh karena itu, para pengamat menyatakan bahwa ketika Pakta ini mulai berlaku pada tahun 2026, Eropa akan terus memperdebatkan masalah migrasi dan suaka./.