Kaum migran. (Foto: vnplus) |
Negara yang paling akhir yang masuk ke dalam daftar negara-negara yang menolak Traktat Global PBB tentang masalah migran yalah Australia. Sebelumnya, Amerika Serikat (AS), Hungaria, Austria, Republik Czech, Polandia dan Israel telah mengumumkan keputusan serupa.
Traktat Global PBB tentang masalah migran menetapkan 23 target untuk menjamin aktivitas-aktivitas migrasi ilegal; menegaskan kembali dan melindungi secara lengkap hak kaum pengungsi dan migran. Diskriminasi terhadap kaum migran akan dicegah, sementara itu, kaum perempuan dan anak-anak akan mendapat perlindungan istimewa.
Penyebab masalahnya
Traktat Global tentang masalah migran pernah mendapat persetujuan dari negara-negara anggota PBB pada Juli lalu (kecuali AS-negara yang menari diri dari Traktat ini pada tahun 2017), setelah 18 bulan melakukan perundingan. Ini dinilai sebagai jangka waktu melakukan perundingan yang sulit, karena bersangkutan dengan hak dan kepentingan setiap negara dalam memecahkan masalah migran. Rintangan-rintangan di sekitar langkah-langkah menangani gelombang migran ilegal, di antaranya ada beberapa pemerintah yang dengan gigih mengembalikan para migran yang tidak mempunyai surat keterangan yang sesuai tentang asal-usul mereka dianggap sebagai perselisihan utama antar-negara. Dan kecemasan-kecemasan ini masih tetap berkepanjangan sampai hari ini, meskipun sebelumnya, Traktat tersebut telah disetujui.
Ketika menyatakan penyebab menolak Traktrat tersebut, Perdana Menterri Australia, Scott Morrison menganggap bahwa pengesahan Traktat di atas “menimbulkan bahaya memacu aktivitas-aktivitas migrasi ilegal di Australia dan memundurkan prestasi-prestasi yang dicapai dengan penuh kesulitan dalam perang melawan penyelundupan manusia”. Sementara itu, beberapa pejabat Kabinet Australia menganggap bahwa Traktat ini “tidak sesuai dengan kebijakan-kebijakan dan tidak mengabdi kepentingan Australia”.
Pemerintah Polandia yang menjalankan garis politik sayap kanan juga mengeluarkan pernyataan tidak mendukung Traktat tersebut, karena menganggap bahwa permufakatan ini tidak menjamin keamanan nasional dan bisa mengakibatkan gelombang migran ilegal. Menurut Polandia, naskah ini bertentang dengan prioritas-prioritas Warsawa, meliputi penjaminan keamanan warga negara dan kebijakan memperketat arus migran. Pernyataan ini juga menekankan bahwa Traktat Global PBB tentang masalah migran telah gagal dalam menjamin hak kedaulatan dari negara-negara.
Sedangkan, Hungaria dan Republik Czech selalu mempertahankan pandangan yang keras terhadap masalah menerima kaum migran, menganggap bahwa masalah ini mengancam kestabilan Eropa dan berpengaruh terhadap kawasan perbatasan di Hungaria Selatan.
Pengaruhnya
Banyak negara dunia telah menolak nasakah internasional pertama tentang pengontrolan aktivitas migrasi di dunia dan tidak mau memberikan suara mengesahkannya. Hal ini menunjukkan kerumitan dan kesensitifan dari masalah-nya. Praktek dalam memecahkan situasi migran menunjukkan bahwa tanggung jawab perikemanusiaan dari negara penerima para migran kadang-kadang berpengaruh terhadap kepentingan ekonomi dan keamanan mereka.
Tetapi, ketika dunia tidak bersatu dalam memecahkan masalah migran akan mengakibatkan pengaruh terhadap target-target menjamin aktivitas-aktivitas migran ilegal, bersamaan itu berpengaruh terhadap pengelolaan yang lebih baik arus migran global pada latar jumlah migran ini telah meningkat mencapai 250 juta orang, menduduki 3% jumlah penduduk seluruh dunia.
Banyak pemimpin menganggap bahwa kalau Traktat Global tentang masalah migran dilaksanakan secara serius, naskah ini akan menciptakan satu mekanisme yang stabil dan lebih bertanggung jawab agar negara-negara anggota PBB berpadu tenaga dalam memecahkan situasi migran dan pengungsi di dunia. Oleh karena itu, pada saat banyak negara menolak Traktat tersebut, di antaranya lebih dari separo negara-negara Eropa, maka Presiden Komisi Eropa, Jean-Claude Junker telah mencela gerak-gerik ini dan memperingatkan Uni Eropa yang akan kehilangan peranan sebagai pembimbing dalam memecahkan krisis migran kalau ada lagi anggota Uni Eropa yang menolak berpartisipasi. Kanselir Jerman, Angela Merkel menilai bahwa naskah ini berada dalam “kepentingan negara” Jerman. Menurut dia, Traktat ini merupakan” jawaban yang tepat” bagi negara-negara untuk memecahkan masalah-masalah global.
Pada latar masalah migran dan pengungsi sedang menjadi tema kontroversial yang keras, baik di Amerika maupun Eropa, sekali lagi menunjukkan bahwa ini tidak hanya merupakan tantangan terhadap setiap negara saja, melainkan juga menjadi krisis global. Kenyataan ini telah menunjukkan makna penting dalam memecahkan masalah migran dan juga menunjukkan bahwa tidak ada negara manapun yang bisa melaksanakan hal itu sendirian.