Data-Data Sejarah Baru Tegaskan Tiongkok Tidak Berdaulat di Laut Timur

Diep, Huyen
Chia sẻ
(VOVWORLD) - Lokakarya internasional tentang Laut Timur ke-13 berlangsung di Hanoi adalah saluran pertukaran informasi penting menunjukkan akarnya sengketa di Laut Timur, mendorong dialog, mengendalikan perselisihan, menjunjung tinggi hukum internasional dengan tujuan membangun Laut Timur yang damai dan stabil. Yang patut diperhatikan, pada lokakarya tersebut beberapa akademisi internasional telah mengumumkan data-data sejarah baru yang menegaskan bahwa “Tiongkok tidak berdaulat di Laut Timur”.

Dari sudut sejarah, para pakar internasional telah membahas secara terus-terang dan substantif tentang berbagai peristiwa dan bukti sejarah yang terkait dengan sengketa di Laut Timur dan makna data-data sejarah tersebut untuk kedaulatan Kepulauan Truong Sa (Spratly) dan Kepulauan Hoang Sa (Paracel) yang milik Vietnam.

Data-Data Sejarah Baru Tegaskan Tiongkok Tidak Berdaulat di Laut Timur - ảnh 1Para peseta bertukar di sela-sela Lokakarya Internasional tentang Laut Timur dengan tema: "Melihat Masa Lampu demi Masa Depan yang Lebih Cerah" yang diadakan dari 18-19 November di Hanoi (Foto: Tuan Anh/VOV)

Baru-baru ini, peneliti independen tentang Tiongkok, Carl Zha telah memberikan pandangannya tentang beberapa yang disebut “bukti sejarah” dari Tiongkok, yaitu Tiongkok telah hadir dan mempunyai klaim kedaulatan terhadap berbagai pulau di Laut Timur sejak beberapa abad yang lalu. Namun, pandangan tersebut dengan segera ditolak oleh para akademisi ineternasional. Beberapa data-data sejarah yang baru diumumkan pada lokakarya melalui proses meneliti dokumen arsip menunjukkan bahwa hingga 1899, kerajaan feodal Tiongkok tetap menegaskan bahwa Hoang Sa dan Truong Sa tidak dalam skala manajemen negara ini. Di antaranya, catatan guru zen Tiongkok yang terkenal, Xu Shilun menegaskan bahwa Truong Sa dan Hoang Sa berada di bawah manajemen Dinasti Nguyen, Vietnam.

Bill Hayton, Pakar Senior, Program Asia-Pasifik di Institut Chathan House, Inggris mengatakan bahwa ada 2 peristiwa yang terjadi dalam sejarah telah membuktikan bahwa Tiongkok tidak berdaulat yang luas di Laut Timur seperti yang dinyatakan oleh Tiongkok sendiri. Kasus pertama berlangsung pada September 1884 adalah kasus tenggelamnya kapal Jepang di kawasan Da Bong Bay (Bombay reef) di kompleks pulau An Vinh, kepulauan Hoang Sa. Para otoritas Tiongkok pada saat itu menolak santunan karena mengatakan bahwa tenggelamnya kapal tersebut tidak terletak dalam perairan Trương Sa, kasus kedua ialah tenggelamnya kapal pengangkut perunggu Bellona dari Jerman, tetapi Tiongkok mengatakan bahwa kasus ini juga tidak bersangkutan dengan mereka karena kasus tenggelannya kapal tersebut berada di laut mendalam – terletak jauh dari Tiongkok. Bill Hayton menegaskan:        

“Kita dapat menegaskan bahwa tidak ada pemerintah Tiongkok yang pernah mempunyai mengklaim kedaulatan terhadap kepulauan Hoang Sa sebelum 1909. Meskipun ada juga perdagangan yang berlangsung di sini, tetapi belum ada penegasan resmi tentang pengendalian Tiongkok terhadap kepulauan ini hingga sekitar abad XIX. Dalam kasus ini, pemerintah Tiongkok telah sepenuhnya menyangkal tanggung jawabnya serta apa pun yang terkait dengan kepulauan Hoang Sa. ”

Peneliti Bill Hayton juga menegaskan kembali bahwa berdasarkan pada data-data yang dimilikinya, Dinasti Nguyen, Vietnam telah hadir di kepulauan Truong Sa sejak paruh pertama abad XIX. Menyusul kemudian Pemerintah Inggris hadir di Truong Sa pada 1870, Pemerintah Perancis hadir di Truong Sa pada 1933, Tiongkok tidak pernah mengklaim kadaulatan terhadap kepulauan Truong Sa sejak abad yang lalu hingga 1948, bertentangan dengan klaim-klaim kedaulatan yang tidak masuk akal yang dikeluarkan oleh Tiongkok.

Sementara itu, Doktor Vu Hai Dang, peneliti senior di Pusat Hukum Internasional di Universitas Nasional Singapura menegaskan bahwa pada tahap 1950 di abad yang lalu, Pemerintah Kolonialis Perancis dan kemudian Pemerintah Republik Vietnam telah mengendalikan kepulauan Truong Sa dan Hoang Sa. Vietnam adalah negara pertama yang mengklaim kedaulatan dan menjadi negara satu-satunya yang terus-menerus mengelola kepulauan Hoang Sa, Truong Sa berdasarkan hukum internasional: 

“Vietnam telah menegaskan kedaulatan atas dua kepulauan Hoang Sa dan Truong Sa sejak sekitar abad XV. Pada saat itu, tiap tahun, Raja Nguyen telah mengeksploitasi sumber daya dan membangun berbagai proyek di kepulauan-kepulauan ini. Kemudian, para raja Vietnam juga telah membela keamanan bagi kapal-kapal yang melewati kawasan ini untuk badai dan mengenakan pajak terhadap kapal-kapal itu. Kegiatan-kegiatan ini telah dicatat dalam dokumen resmi Vietnam. Kemudian, orang Perancis mengagresi Vietnam dan juga mulai membangun berbagai proyek di pulau tersebut. Setelah mengusir kolonialis Perancis, Vietnam terus menegakkan kembali kedaulatan di Hoang Sa dan Truong Sa. Ketika Tiongkok secara ilegal menduduki Hoang Sa dan Truong Sa, Vietnam telah menyampaikan masalah ini ke Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa.  Ketika Vietnam menjadi satu, Pemerintah Vietnam terus membangun berbagai proyek, menjaga perdamaian dan menegaskan kedaulatan di sini. Vietnam juga telah membangun banyak sekolah, rumah, pagoda, dan banyak anak juga telah dilahirkan di sini.

Data-Data Sejarah Baru Tegaskan Tiongkok Tidak Berdaulat di Laut Timur - ảnh 2Para peserta pada Lokakarya Internasional tentang Laut Timur ke-13 yang diadakan dari 18-19 November di Hanoi (Foto: baoquocte.vn)

Pada sesi pembahasan “Adillah dengan kebenaran: Sejarah dan Laut Timur”, Profesor Monique Chemillier – Gendreau di Universitas Diderot Paris, Perancis mengatakan bahwa Traktat San Francisco pada 1951 atau Perjanjian Perdamaian Tiongkok-Jepang pada 1952 tidak mengungkapkan pengakuan kedaulatan Tiongkok terhadap kepulauan Hoang Sa dan Truong Sa. Sementara itu, dokumen-dokumen Traktat tersebut mengakui klaim-klaim kedaulatan Vietnam terhadap kedua kepulauan Hoang Sa dan Truong Sa.

Jelaslah, data-data sejarah baru tersebut mempunyai makna penting, turut memperjelas kebenaran sejarah dan menjadi dasar bagi semua pihak untuk bersinergi membangun Laut Timut menjadi perairan yang damai, sahabat, dan bekerja sama./.


Komentar