Banyak negara memperkuat pembatasan sosial terhadap Tiongkok

Huyền Ánh
Chia sẻ
(VOVWORLD) - Situasi wabah semakin membuat negara-negara Barat, yang pelopornya ialah Amerika Serikat (AS), mengusahakan cara “melakukan pembatasan sosial” terhadap Tiongkok. Pandemi Covid-19 tidak hanya menimbulkan kerugian jiwa dan ekonomi, tetapi juga merupakan alasan untuk meledakkan perselisihan-perselisihan yang sudah ada antara AS dan negara-negara sekutunya terhadap Tiongkok, sehingga membuat gambar ekonomi dan politik global mengalami banyak perubahan.
Banyak negara memperkuat pembatasan sosial terhadap Tiongkok - ảnh 1Pasien Covid-19 dibawa ke rumah sakit lapangan untuk diobati di Kota Wuhan, Tiongkok (Foto: Xinhua / VNA) 

Konfrontasi dagang antara AS dan Tiongkok selama ini sedang menunjukkan indikasi menjadi panas kembali terkait perselisihan antara dua pihak yang bersangkutan dengan asal-usulnya virus SARS-CoV-2, sehingga mengakibatkan pandemi Covid-19. Bentrokan ini juga menyebar luas dari perdagangan, keamanan ke berbagai bidang lainnya seperti keuangan dan teknologi. Dan tidak hanya AS saja, tetapi banyak negara lain juga sedang menerapkan kebijakan yang lebih “hati-hati” dalam hubungan dengan Beijing.

Bahaya bentrokan AS-Tiongkok menyebar luas

Kementerian Perhubungan AS, pada 23/5 yang lalu menuduh Tiongkok menghalangi kebutuhan melakukan kembali rute penerbangan dari dua maspakai penerbangan AS, bersamaan itu meminta kepada empat maskapai penerbangan Tiongkok supaya menyampaikan jadwal dan informasi-informasi yang bersangkutan. Pada 22/5, Kementerian Perdagangan AS memberitahukan memasukkan 9 maujud baru  Tiongkok ke dalam “daftar hitam” ekonomi. Obyek-obyek dalam daftar hitam ekonomi harus menghadapi beberapa pembatasan terhadap bermacam jenis barang dagangan AS menurut Ketentuan Pengelolaan ekspor, yang meliputi tuntutan-tuntutan tentang surat izin tambahan, terhadap semua perseorangan atau organisasi yang dianggap bersangkutan dengan “aktivitas-aktivitas yang bertentangan keamanan nasional atau kepentingan kebijakan hubungan luar negeri” dari AS. Ini merupakan dua perkembangan terkini di antara sangat banyak segi ketegangan dalam hubungan AS-Tiongkok selama ini.

Sebelumnya, pada awal bulan Mei, Presiden Donald Trump menyatakan sedang mempertimbangkan pemulihan kebijakan-kebijakan perpajakan untuk membalas Tiongkok dalam pandemi sekarang ini, dan mengancam akan membelakangi permufakatan perdagangan AS-Tiongkok tahap I.

Ketegangan juga menyebar ke bidang keuangan dan teknologi. Pada 23/5, indeks Hang Seng dari Hong Kong (Tiongkok) telah jatuh 5,6%, menandai tonggak terendah dalam satu hari transaksi bursa efek Hong Kong selama 5 tahun ini. Alasannya karena para investor memberikan reaksi setelah Beijing mengumumkan Rancangan Undang-Undang mengenai Keamanan Nasional yang baru untuk kawasan administrasi istimewa ini. Dalam gerak-gerik terkini, Senat AS telah mengesahkan rancangan undang-undang yang bisa mencegah badan usaha Tiongkok melakukan listing di lantai-lantai bursa efek AS atau memobilisasi modal dari investor AS, kalau perusahaan-perusahaan ini tidak menaati ketentuan-ketentuan dan standar pemeriksaan keuangan As.

Di “arena” teknologi, pertandingan antara AS dan Tiongkok sedang berada di sekitar jaringan nir-kabel 5G dengan Grup teknologi Huawei yang sedang jatuh dalam puncaknya. Pihak AS telah terus menerus mengenakan banyak pembatasan terhadap perusahaan teknologi ini karena alasan keamanan nasional. Pada 15/5, Kementerian Perdagangan AS mengumumkan bahwa semua produsen chip asing yang menggunakan teknologi AS akan harus mendaftarkan surat izin sebelum menjualkan barang kepada Huawei.

Covid-19 mendorong banyak negara “mempelajari” hubungan dengan Tiongkok

Ketegangan dalam hubungan AS-Tiongkok juga mendorong para sekutu AS mempelajari hubungan dengan Tiongkok. Terbanding dengan perang dagang, wabah Covid-19 nampaknya menjadi katalisator agar para sekutu AS menunjukkan secara jelas pandangan yang jelas dan lebih gigih. Inggris, sekutu khusus dari AS, merupakan salah satu di antaranya. Pada 4/2020, banyak legislator Inggris telah mengimbau kepada Perdana Menteri Inggris, Boris Johnson supaya menilai kembali hubungan dengan Tiongkok setelah pandemi Covid-19 berakhir. Pemerintah sedang berencana mengontrol secara lebih erat bidang-bidang industri strategis dan teknologi tinggi Inggris, konkretnya ialah membuat rencana-rencana untuk mengurangi partisipasi Grup telekomunikasi Huawei dalam pembangunan jaringan 5G dalam waktu tiga tahun mendatang di Inggris. Perubahan kebijakan ini merupakan manifestasi terbaru tentang hubungan dingin antara London dan Beijing. Bahkan, Menteri Luar Negeri Inggris, Dominic Raab, pada Kamis (28/5), telah mengumumkan menghentikan “hubungan normal” dengan Tiongkok.

Dengan situasi yang sama, hubungan Tiongkok-Australia sedang menjadi satu titik panas yang patut diperhatikan pasca pandemi. Perihal Beijing meningkatkan 80% pajak jelai Australia  menjadi satu cara balasan terhadap Kanbera yang mendukung satu investigasi independen dan lebih lengkap tentang akibat yang menimbulkan pandemi. Perang mulut dan balasan satu sama lain tetap sedang berlangsung dan belum ada indikasi turun suhunya.

Pandemi Covid-19 sedang memperdalam ketegangan-ketegangan yang sudah ada antara AS dan Tiongkok, dan bisa menyulut sumbu perang dingin baru. Wabah juga berpengaruh terhadap hubungan antara Tiongkok dan banyak mitra penting dari Tiongkok tentang ekonomi, perdagangan dan investasi. Kampanye-kampanye tuduhan satu sama lain antara negara-negara bisa membuat lingkungan yang sudah rumit dengan banyak perubahan akibat pandemi Covid-19 semakin menjadi kacau balau dan tidak stabil.

Komentar