Ilustrasi (Foto: internet) |
Pernyataan Presiden AS, Donald Trump dikeluarkan dalam jumpa pers bersama dengan Raja Kuwait, Sabah al-Ahmad al-Jaber al-Sabah di Washingtong DC pada akhir pekan lalu. Menurut itu, AS bersedia menjadi mediator untuk mencapai satu permufakatan kerujukan secepat mungkin. Dalam satu gerak-gerik yang lain, Pemimpin Gedung Putih juga sekaligus melakukan pembicaraan telepon tersendiri dengan Pangeran Arab Saudi, Pangeran Uni Erimat Arab dan Emir Qatar. Isi semua pembicaraan telepon ini mempunyai pesan bersama yaitu péatuan antara para mitra Arab dari AS adalah diperlukan untuk mendorong kestabilan regional dan menentang ancaman dari Iran.
Menegaskan pengaruh di kawasan
Krisis diplomatik yang dianggap paling serius di kawasan Teluk antara Qatar dengan negara-negara lain yang dikepalai oleh Arab Saudi terjadi pada tanggal 5 Juni lalu. Empat negara Teluk yaitu Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Mesir dan Bahrain memutuskan hubungan diplomatik dan perdagangan dengan Qatar, memblokir jalur-jalur jalan pengangkutan jalan laut, jalan darat dan jalan udara yang menghubungkan Qatar dengan tuduhan negara ini mendukung Iran dan kelompok-kelompok Islam ekstrimis.
Sejak itu hingga sekarang, banyak negara seperti Turki, Rusia dan Kuwait telah menjadi mediator kerujukan, tapi belum mencapai hasil. Dengan pernyataan AS yang resmi bersuara mau “membongkar sumbat” terhadap krisis diplomatik di Teluk, kalangan analis menyatakan bahwa ini bukanlah tindakan kebetulan tapi merupakan perhitungan-perhitungan yang bertujuan.
Kepentingan poros AS di Teluk ialah mempertahankan jalur pengangkutan minyak tambang secara bebas, mencegah serangan-serangan teror yang bertolak di kawasan ini terhadap AS dan sekutu Eropa, mencegah Iran membentuk posisi ekspansi di kawasan. Sudah sejak lama, Washington selalu ingin membentuk satu persekutuan Arab mazhap Sunni yang tunggal untuk mengekang Iran dan menentang terorisme mujahidin. Pangkalan-pangkalan militer AS juga ditempatkan di Qatar dan Bahrain serta Arab Saudi adalah sekutu akrab AS dalam perang antiterorisme. Lebih dari pada yang sudah-sudah, AS ingin mengubah semua negara Teluk menjadi sekutu setia bagi Washington. Oleh karena itu, semua sengketa dan ketegangan sekarang ini bisa mempengaruhi kepentingan AS di kawasan ini. Akan tetapi, sejak krisis ini terjadi, AS memainkan peranan yang sangat samar-samar dalam memecahkan kontradiksi ketika hanya mengeluarkan imbauan-imbauan secara umum saja dan mendesak semua pihak mengusahakan solusi dialog.
Perhitungan-perhitungan yang bertujuan
Salah satu faktor yang mendorong AS resmi memainkan peranannya dalam krisis Teluk ialah kunjungan yang dilakukan oleh Menteri Luar Negeri Rusia, Sergei Lavrov di Kuwait, Uni Emirat Arab dan Qatar baru-baru ini. Dalam kunjungan-kunjungan ini, Menlu Rusia, Sergei Lavrov menegaskan bahwa Rusia bersedia memberikan bantuan untuk mengeluarkan solusi yang bisa diterima bagi semua pihak. Munculnya Rusia di kawasan Teluk telah membuat AS merasa gerah tidak bisa hanya berdiri di luar saja. Selain itu, perihal Qatar berangsur-angsur mematahkan posisi terisolasi juga membuat AS harus mempercepat proses memecahkan krisis Teluk ini. Pada pekan lalu, Qatar telah meresmikan pelabuhan laut Hamad, mengizinkan Doha melakukan hubungan dagang dengan banyak negara di dunia, sekaligus mengurangi tekanan dari blokade yang dikenakan oleh negara-negara tetangga. Qatar dan Turki serta Iran juga sedang berbahas tentang penggunaan sisim jalan darat Iran untuk mendorong perdagangan antara negara-negara ini dengan Qatar. Ketika proses ini selesai, hubungan antara Doha dan negara-negara di luar kawasan Teluk akan diperluas dan “blokade terhadap Qatar” yang dikenakan oleh negara-negara Teluk tidak ada gunanya.
Dalam kenyataannya, belum pernah AS melepaskan Teluk dan Timur Tengah melainkan hanya ada penyesuaian kebijakan pada setiap tahap. Rekomendasi menjadi mediator kerujukan terhadap krisis diplomatik di Teluk dianggap dikeluarkan oleh pemerintah pimpinan Presiden Donald Trump secara tepat waktu untuk menyaingi pengaruh Rusia dan memperkuat peranannya di Timur Tengah. Akan tetapi, apakah rencana kerujukan yang dijalankan oleh Donald Trump mencapai hasil atau tidak akan bergantung pada banyak faktor. Teluk sedang berada dalam periode menghadapi terlalu banyak kontradiksi dan bentrokan dan walaupun di belakangnnya ada banyak perhitungan tentang kepentingan dan intervensi AS dengan peranan sebagai mediator kerujukan tetap mendapatkan sambutan dari opini umum dengan harapan akan cepat menciptakan terobosan-terobosan untuk meredakan krisis yang semakin bereskalasi ini.