“Vietnam di mata orang tunanetra yaitu saya” dari pria tunanetra orang Thailand

Minh Ngoc
Chia sẻ
(VOVWORLD) - Para pendengar, dalam acara Rumah ASEAN pekan lalu, kami telah memperkenalkan saudara Apichit Mingwongtham melalui reportase dengan judul: “Perjalanan menaklukkan bahasa Vietnam dari Apichit Mingwongtham – pria tunanetra orang Thailand”. Pada hari ini, marilah saudara-saudara pendengar mencaritahu tentang karangan Apichit dengan judul: “Vietnam di mata orang tunanetra yaitu saya”.
“Vietnam di mata orang tunanetra yaitu saya” dari pria tunanetra orang Thailand - ảnh 1 Apichit dalam kelas mengajar bahasa Thai

Mengalahkan 17 karangan dari para mahasiswa asing yang lain, karangan Apichit telah merebut hadiah pertama dan paling disukai para pembaca dalam sayembara “Pena VSL” kali ke-3 yang diadakan Klub Duta Budaya, Fakultas Vietnamologi dan Bahasa Vietnam – Institut Ilmu Pengetahuan Sosial dan Humaniora – Universitas Nasional Vietnam pada akhir bulan Mei yang lalu. Apa yang ada dalam karangan ini sehingga menaklukkan dewan juri dan para pembaca? Saudara-saudara akan mendapat jawaban melalui reportase berikut.

“Pernah ada orang yang bercerita kepada saya bahwa Vietnam merupakan negeri yang sangat indah dan anggun melalui baru panjang tradisional “Ao dai” yang jurainya melambai-lambai, capingnya lugas dan sebagainya, satu negeri Vietnam yang berwarna-warni. Akan tapi setelah mendengarkan kata-kata yang melukiskan negeri Vietnam itu, dalam kepala saya muncul kata “Seandainya”. Seandainya saya bisa melihat dan menikmati keindahan-keindahan itu”. 

Para pendengar baru saja mendengarkan kutipan dalam bagian permulaan dari karangan peserta sayembara dengan nama: “Vietnam di mata orang tunanetra yaitu saya” yang dibacakan pengarang Apichit Mingwongtham. Karangan tebalnya 17 halaman, saudara Apichit membaginya menjadi tiga bagian, yaitu: “Suratan hidup dengan bahasa Vietnam”, “Orang Vietnam di mata orang tunanetra yaitu saya” dan “Kesan tentang kebudayaan Vietnam”. Alasan Apichit memilih judul karangan ialah “Vietnam di mata orang tunanetra yaitu saya” karena meskipun dia tidak bisa melihat, tapi melalui karangan ini dia ingin menyatakan perasaan dan pengertian dia tentang Vietnam – negeri yang sudah lama dia “jatuh cinta”. Dalam bagian permulaan karangan itu, Apichit bicara tentang suratan hidup dia datang ke Vietnam dan proses dia belajar bahasa Vietnam.

“Saya mulai merasa ingin tahu tentang Vietnam sejak saya berusia 6 tahun. Saya secara kebetulan bisa menangkap gelombang siaran radio suara Vietnam. Itu untuk pertama kalinya saya mendengarkan bahasa Vietnam dan sangat menyukai bahasa ini. Ketika mulai belajar bahasa Vietnam, saya juga mengalami banyak kesulitan seperti kurang ada bahan ajar yang beraksara Braille atau pada hari berlangsung sayembara saya belum tahu mengetik dalam bahasa Vietnam, jadi harus meminta bantuan dari seorang teman orang Vietnam”.

Upaya mengatasi kesulitan dari pengarang telah membuat saudara Ta Tuan harus menyatakan kekaguman terhadap Apichit:

“Melalui karangan ini, saya bisa merasakan tekad dan vitalitas dari pengarang. Ini merupakan tenaga pendorong untuk membantu saya memperkokoh kepercayaan terhadap kehidupan. Tekad yang kuat, kepercayaan dan optimisme akan membantu kita melakukan semua hal yang nampaknya tidak bisa. Saudara Apichit merupakan orang yang seperti itu”.

Bagi saudara Apichit, Vietnam tidak hanya merupakan tempat dimana ada banyak masakan enak, tapi hal yang membuat dia merasa lebih terkesan ialah orang Vietnam batik hati dan akrab. Teman-teman orang Vietnam telah bahu membahu dengan dia dalam hari-hari pertama belajar bahasa Vietnam. Mereka bersedia bergadang semalam untuk membantu Apichit mengetik agar segera bisa mencetak dengan huruf Braille secara tepat waktu, melakukan persiapan untuk tahun ajar baru. Bisa dikatakan bahwa hati yang hangat dan antusiasme dari orang Vietnam telah membantu saudara Apichit mengatasi kesulitan dalam belajar dan dalam kehidupan sehari-hari untuk mencapai sukses seperti hari ini.

Selain menunjukkan pengetahuan yang intensif dan ekstensif tentang kebudayaan Vietnam serta adat-istiadat atau budaya berperilaku dari orang Vietnam, dalam bagian “Kesan tentang kebudayaan Vietnam”, saudara Apichit telah membuat para pembaca terkesan karena cara menerapkan pepatah Vietnam secara sangat bagus.

“Dosen saya pernah mengatakan bahwa ketika makan ikan meskipun bagian kepalanya tidak punya banyak daging, tapi seorang anak dalam keluarga harus membiarkan orang tua makan dulu. Itulah “Menghormati orang tua, maka usia akan panjang”. Kuliner Vietnam juga sangat istimewa. Orang Vietnam menggunakan bahan yang sangat sederhana, tapi telah menciptakan banyak masakan enak. Ada dua masakan favorit saya ialah “Bun cha” dan “Banh cuon”.

Dengan perasaan yang sangat bersifat pribadi seperti itu, meskipun hanya dilaksanakan dalam waktu dua pekan, tapi karangan Apichit Mingwongtham telah menerima penilaian tinggi dari Dewan Juri dan para pembaca. Nguyen Viet Huong, dosen Fakultas Vietnamologi dan Bahasa Vietnam - Institut Ilmu Pengetahuan Sosial dan Humaniora – Universitas Nasional Vietnam memberitahukan:

“Tata bahasa Vietnam dari karangan Apichit sangat tepat. Satu karangan yang cukup panjang terbanding dengan karangan-karangan lainnya selama tiga kali penyelenggaraan sayembara. Pada permulaannya, saya belum tahu bahwa dia serorang tunanetra, tapi ketika di bagian belakang karangan dia memperkenalkan diri sebagai orang tunanetra, maka emosi saya dan juga para anggota dalam dewan juri sungguh meledak. Kami sungguh-sungguh merasa terharu”.

Saudara Apichit memberi alasan mengapa dia ikut serta dalam sayembara ini  ialah dia ingin menunjukkan rasa cintanya terhadap Vietnam, dia juga ingin menyampaikan pesan: “Jangan menyerah ketika Anda menghadapi kesulitan”.

Setelah sayembara “Pena VSL”, saudara Apichit terus memasuki tahun kuliah ke-3, Fakultas Bahasa Vietnam, Institut Ilmu Pengetahuan Sosial dan Humaniora Kota Ho Chi Minh. Keinginan dia ialah setelah menamatkan universitas, dia akan membuka Pusat pengajaran bahasa Thailand dan bahasa Vietnam  di Vietnam dan Thailand. Dia berharap supaya pada suatu hari, dia akan memberikan sumbangan yang kecil untuk menjadi “Duta” yang menyambungkan hubungan persahabatan Vietnam-Thailand.

Komentar