(VOVworld) - Penghargaan Sastra Asia Tenggara atau disebut S.E.A Write Award adalah satu penghargaan susastra yang disampaikan saban tahun kepada para Sastrawan dan Penyair Asia Tenggara dari tahun 1979. Penghargaan ini disampaikan oleh Kerajaan Thailand untuk memuliakan para sastrawan dan penyair yang mempunyai karya-karya tipikel dan terkemuka dari kesusastraan kawasan Asia Tenggara.
Sastrawan Thailand Jadej Kamjorndet
( baju hitam) dan dan Sastrawan Vietnam Nguyen Tri Chung
Penghargaan Sastra Asia Tenggara kali ini disampaikan kepada 8 pengarang dari Bruney Darusalam, Indonesia, Laos, Malaysia, Filipina, Singapura, Thailand dan Vietnam dengan karya-karya cerita pendek, novel dan sajak dll….Sastrawan Bounthanong Xomxayphil dari Laos mendapat penghargaan Sastra Asia Tenggara dengan karya cerita pendek yang berjudul: “Tulang belulang orang Amerika” (American Bones). Karya ini berada dalam kumpulan cerita pendek yang berjudul: “ Melepaskan burung” yang terdiri dari 7 buah cerita yang diterbitkan dalam bahasa Laos dan bahasa Inggris. Cerita ini adalah pesan akan hak asasi manusia dan kebebasan. Tidak hanya seorang sastrawan yang mencipta banyak karya berbagai ragam, misalnya novel, cerita-cerita pendek (cerpen) dan sajak, Bounthanong Xomxayphol juga adalah seorang komentator sosial - politik yang terkemuka di Laos. Sebagian besar karya-nya mengungkapkan perjuangan yang susah payah dalam melawan Imperialis Amerika Serikat yang dijalankan rakyat Laos. Menurut dia, perang bukan merupakan jalan keluar, maka kecintaan dan altruisme barulah merupakan jalan keluar untuk umat manusia. Sastrawan Bounthanong Xomxayphol memberitahukan: “Laos diagresi dan dibomi oleh Amerika Serikat. Ketika perang berakhir, di Laos ada banyak serdadu Amerika Serikat yang hilang dan tulang belulang mereka. Pemerintah Laos telah membolehkan Amerika serikat masuk untuk mencari tulang belulang serdadunya. Yaitu melaksanakan politik toleransi terhadap manusia. Meskipun mereka adalah orang- orang yang menimbulkan kematian di negeri Laos, tetapi rakyat Laos bersedia memberikan ampun. Saya menulis cerita ini untuk mencerminkan perasaan dari rakyat Laos yang tahu memberi ampun dan mempunyai perikemanusiaan. Melalui cerita ini, saya juga berharap supaya semua orang di planit ini sama derajat yang baik di negara adi kuasa atau di negeri manapun”.
Juga dengan tema tentang perang, novel yang berjudul; “ Suana tangis dari si bungsu” yang ditulis oleh Pengarang Vietnam Nguyen Chi Trung telah merekonstruksikan satu tahap peperangan yang sengit, tetapi gagah berani di Trung Bo Tengah (Vietnam) dalam perang melawan Imperislis Amerika Serikat untuk tahap 1954-1959. Sebagai orang yang langsung bertempur di daerah yang sengit ini, sastrawan Nguyen Chi Trung berpendapat bahwa menulis sastra seperti menebus utang, menebus kenangan kepada rakyat, menebus kembali kisah-kisah yang menakjubkan tentang kebangkitan gagah berani dari rakyat dalam perang perlawanan yang besar dari bangs Vietnam. Oleh karena itu, setelah kira-kira 50 tahun berfikir-fikir, banyak karya tentang tema ini telah lahir, tetapi novel yang berjudul: “Suara tangis si bungsu” mempunyai satu daya tarik Persatuan Sastrawan Vietnam tahun 2008 dan Penghargaan dari Kementerian Pertahanan Vietnam tahun 2010.
Di acara penyampaian penghargaan, Sastrawan Nguyen Chi Trung dengan terharu menyatakan terimakasih kepada Kerajaan dan Persatuan Sastrawan Thailand yang telah memberikan penghargaan yang bernilai ini kepada dia. Dia mengatakan: “Penghargaan Sastra Asia Tenggara 2011 yang disampaikan kepada saya oleh Raja dan Permaisuri adalah satu penghargaan yang bernilai dan sekaligus adalah manifestasi yang indah tentang semangat perdamaian dan persahabatan antara negara-negara ASEAN, adalah penghormatan dari Raja dan Permaisuri, Putra Mahkota, Puri dan saudara–saudari Thailand terhadap sumbangan kesusastraan Vietnam dalam proses perkembangan ASEAN demi perdamaian, persahabatan, kerjasama dan perkembangan”.
Sastrawan Laos Bounthanong Xomxayphil di acara penyampaian penghargaan Sastra Asia Tenggara 2011
( Foto: daidoanket.vn)
Sastrawan Thailand Jadej Kamjorndet - 37 tahun yang sekaligus adalah Sastrawan paling muda di ASEAN yang memperoleh Penghargaan kali ini dengan karya yang berjudul: “ Tidak bisa duduk mencicipi kopi pada pagi hari yang panas” (The Morning Sun is Too Hot to Sit dan Sip Coffee). Dengan isi yang mengungkapkan masalah-masalah panas dalam masyarakat Thailand masa kini, misalnya keerasan di propinsi- propinsi ujung paling selatan, bentrokan etnis, maka kumpulan cerpen ini dinilai sebagai salah satu diantara cerpen yang menantang fikiran orang dalam masyarakat. Sastrawan Jadej beranggapan bahwa zaman sekarang mengalami banyak perubahan, bahkan musimpun juga berubah. Dalam sehari, cuaca berubah menjadi berbagai musim misalnya musim dingin, musim panas dan musim hujan serta manusia juga berubah. Dia mengatakan bahwa “Kita mulai khawatir dan takut keluarga kita tidak lagi hangat, tetangga tidak patut dipercaya, waktu semakin singkat, bahan makanan mungkin akan tidak cukup lagi, kanal air semakin mendesak daerah dataran rendah, jalan- jalan tidak bisa membawa kita ke tujuan. Kita harus giat menyimpan bahan makanan, membangun tembok di sekitar rumah, menghempang air dengan karung-karung pasir dan menyiapkan sampan untuk menghadapi banjir, membeli tanah di peluaran kota sebagai cadangan..”
Sastrawan Jadej Kamjorndet adalah seorang Sastrawan yang serba bisa. Dia adalah pelukis, penyair, sastrawan, komponis, penyanyi dan sekaligus juga penterjemah cerpennya ke dalam bahasa Inggris. Karyanya yang pertama berjudul: “Payung kebesaran 9 tingkat” telah diluncurkan kepada masyarakat pada tahun 2002. Pada tahun 2008, kumpulan cerpen yang dia ciptakan dengan judul: “Hanuman memasuki kota” telah mendapat penghargaan Thailand Indy Award. Kabarnya, semua karya yang mendapat Penghargaan Sastra Asia Tenggara dari tahun 1979 sampai 2011 sangat beranekaragam seperti cerpen, novel, sajak dan karya-karya akademis dan keagamaan. Justru oleh karena itu, Penghargaan ini tidak hanya merupakan pengakuan terhadap prestasi seumur hidup bagi seorang sastrawan saja, melainkan juga merupakan kesempatan bagi para sastrawan untuk melakukan pertemuan, mendorong perkembangan kesusastraan dan kesenian di kawasan, melalui itu turut memperkuat pengertian dan persahabatan antara rakyat negeri-negeri ASEAN./.