Pagoda Doi Son-pagoda kuno yang unik, dibangun di zaman Dinasti Ly pada abad XI |
Diklasifikasi sebagai lanskap besar-pemandangan alam yang paling indah di daerah delta sungai Hong, Pagoda Doi Son di Kecamatan Doi Son, Kabupaten Duy Tien, Provinsi Ha Nam dibangun pada abad XI-zaman agama Buddha yang paling makmur dan dianggap sebagai agama nasional. Gunung Doi pernah merupakan tempat Raja mulai berkuasa, pada tahun 987, Raja Le Hoan telah datang ke sana untuk membajak sawah, membuka tanah dan mengutamakan usaha pertanian. Terletak dalam pekarangan yang luasnya 2 Ha lebih, Pagoda Doi Son berlokasi di puncak gunung Doi. Konon, pada tahun 1054, Raja Ly Thanh Tong dan Permaisuri Y Lan, pada suatu kali, pergi melakukan inspeksi di bumi ini dan melihat bahwa di sebelah kiri sungai ialah sungai Chau yang mengalir secara tenang, sedangkan di sebelah kanan sungai ialah barisan gunung Doi yang megah yang berbentuk naga sedang tunduk. Fengshuy menyebut posisi daerah ini sebagai posisi Cuu Long (artinya posisi 9 naga bersama-sama menghadap satu arah). Dengan posisi baik itu, maka pada tahun 1054, Raja Ly Thanh Tong dan Permaisuri Y Lan telah memilih tempat ini untuk membangun Pagoda Long Doi Son. Bekas yang sudah berusia ribuan tahun tetap ada di daerah bumi suci itu yaitu 9 sumur buatan dari batu dimisalkan sebagai 9 mata naga, punya air yang bersih dan biru sepanjang tahun. Ibu Pham Xuan Thanh, Direktur Museum Provinsi Ha Nam memberitahukan: “Dari tahun 1054 sampai tahun 1058 pada zaman Raja Ly Thanh Tong, pagoda Doi ini dibangun di gunung Doi, tetapi pagoda ini benar-benar baru menjadi terkenal ketika Raja Ly Nhan Tong yang pernah datang ke daerah ini untuk menikmati pemandangan alam telah melihat bahwa meski gunung yang posisinya tidak stabil, tetapi puncak gunung rata, maka mengubah nama gunung ini menjadi Long Doi Son dan membolehkan membangun satu pagoda besar di puncak gunung dan satu menara untuk menyembah Buddha. Segera setelah diresmikan, pagoda ini menjadi satu lanskap dan istana bagi Raja untuk beristirahat setelah mengunjungi daerah-daerah yang jauh dari Ibukota. Posisi yang dipilih Raja Ly Nhan Tong ini tidak hanya merupakan tempat yang semata-mata di segi agama untuk menyambungkan semangat antara dunia baka dengan manusia, melainkan juga punya makna militer, politik kalau ingin menguasai seluruh daerah daerah delta yang luas”.
Tiga ratus tahun setelah selesai dibangun, hingga tahun 1407, Pagoda Doi Son dan Menara Sung Thien Dien Linh telah dirusak oleh kaum agresor Ming. Di kemudian hari, berbagai dinasti Mac dan Le telah memugar pagoda ini dan diubah menjadi lanskap di tengah-tengah pepohonan di gunung. Menurut sejarawan, pagoda ini untuk pertama kalinya dipugar pada zaman dinasti Nguyen (tahun 1860)-tahun ke-13 Raja Tu Duc berkuasa. Para penganut Buddha dan rakyat di seluruh negeri telah menyumbangkan uang untuk memperbaiki banyak bangunan di pagoda ini: Ruang ibadah atas, ruang ibadah besar di depan pagoda, ruang genta. Empat tahun kemudian yaitu tahun 1864, Upahjaya Thich Chieu Truong telah memugar koridor, mengecor lagi patung Martreya. Khususnya, skala pagoda ini diperluas menjadi 125 ruang besar dan kecil. Pada tahap ini, Pagoda Doi Son menjadi pagoda yang paling besar di Viet Nam Utara.
Salah satu di antara selar-selar yang menciptakan keindahan Pagoda Doi Son ialah arsitektur kesenian pada zaman Ly. Seperti halnya dengan pagoda-pagoda lain di bumi Son Nam, komposisi Pagoda Doi Son meliputi 7 ruang ibadah dan 3 ruang ibadah atas bersama dengan banyak patung bernilai: Sang Buddhis Maitreya, Sang Paladharma. Di dua sisi pagoda ini, ada 18 koridor yang ditempatkan 36 patung Arhat. Bapak Cao Van Thang, wisatawan asal Kota Ha Noi memberitahukan: “Saya juga mengunjungi banyak pagoda di seluruh negeri, tetapi harus dikatakan bahwa pagoda ini sangat kuno, membawa jiwa bangsa Viet Nam. Kami untuk pertama kalinya bisa mendekati satu prasasti yang sudah ada pada tahun 1054 dan baru saja ditemukan serta dibawa di pagoda ini. Saya menganggap bahwa hal ini sangat punya makna. Ini merupakan satu situs peninggalan sejarah yang bisa memberikan pendidikan kepada generasi-genesari di kemudian hari tentang tradisi bangsa. Itulah satu kebanggaan”.
Selain nilai arsitektur, budaya Pagoda Doi Son juga merupakan tempat menyimpan nama 10 upahjaya, orang-orang yang telah berjasa mempropagandakan agama Buddha, menyebar-luaskan kemauan baik dan semangat kasih sayang dalam kehidupan rakyat. Pagoda Doi Son merupakan asal-usul perkembangan agama Buddha sambil merupakan tempat memelihara dan melestarikan kegiatan-kegiatan kebudayaan folklor. Dari 19 sampai 21 bulan tiga imlek saban tahun, di pagoda Doi Son diadakan pesta dan upacara tradisional: Mengadakan hari haul Upahjaya Thich Chieu Truong. Pagoda ini juga merupakan tempat mengenangkan orang-orang yang berjasa terhadap Tanah Air dan berjasa membangun pagoda ini seperti Ly Thuong Kiet, Raja Ly Nhan Tong, Permaisuri Y Lan, atau Ibunda Lieu Hanh. Sthavira Thich Thanh Vu, pengurus Pagoda Doi Son memberitahukan: “Pagoda Doi Son dan pesta serta upacara membawa nilai sejarah, kebudayaan dan ekonomi pada zaman Dinasti Ly. Sampai sekarang, pagoda ini tetap selalu melestarikan nilai-nilai bangsa Viet Nam. Segi-segi kebudayaan dan kegiatan kehidupan yang berusia ribuan tahu ini tetap selalu dilestarikan secara primitif. Hal ini menunjukkan bahwa bangsa Viet Nam punya kebudayaan yang lama. Negara Viet Nam sangat memperhatikan pagoda ini karena warisan sejarahnya akan memberikan pendidikan kepada rakyat tentang kebenaran dan kebaikan”.
Mengalami perjalanan waktu, dengan nilai-nilai sejarah, kebudayaan dan keindahan yang megah dan kuno, kompleks situs peninggalan sejarah Doi Son semakin menegaskan nilai besar tentang sejarah, kebudayaan dan pariwisata, mengukir secara mendalam banyak simbol tentang gunung Doi dan sungai Chau. Pada bulan Desember 2017, Pagoda Doi adalah salah satu di antara 10 situs peninggalan sejarah di seluruh negeri yang diklasifikasi sebagai Situs Peninggalan Sejarah Nasional Istimewa.