Panasnya masalah nuklir di semenanjung Korea

Anh Huyen
Chia sẻ
(VOVworld) – Konferensi Tingkat Tinggi ke-4 tentang Keamanan Nuklir dibuka di Washington DC, Amerika Serikat, Kamis (31/3). 

(VOVworld) – Konferensi Tingkat Tinggi ke-4 tentang Keamanan Nuklir dibuka di Washington DC, Amerika Serikat, Kamis (31/3). Berlangsung selama 2 hari, Konferensi ini dengan dihadiri kira-kira 50 pemimpin di dunia membahas penjaminan keselamatan bahan-bahan nuklir di kira-kira 1.000 basis atom di dunia. Namun, tema yang paling panas dalam konferensi tingkat tinggi tahun ini ialah masalah nuklir di semenanjung Korea, pada latar belakang ketegangan semakin bereskalasi di kawasan ini.


Panasnya masalah nuklir di semenanjung Korea - ảnh 1
RDRK melakukan banyak percobaan misil
(Foto: baomoi.com)


Konferensi Tingkat Tinggi tentang Keamanan Nuklir diadakan dua tahun sekali dengan partisipasi dari para pemimpin papan atar di dunia. Konferensi ini memainkan peranan yang penting dengan target mendorong upaya global guna menjamin keamanan bahan nuklir dan mencegah serangan-serangan nuklir. Akan tetapi, ini juga merupakan forum menyaksikan banyak perselisihan antara negara-negara adi kuasa di sekitar cara penanganan bahan nuklir.


Ketegangan meningkat menjelang Konferensi Tingkat Tinggi

Menjelang konferensi ini, Repulik Demokrasi Rakyat Korea (RDRK), meminta supaya membatalkan Konferensi Tingkat Tinggi tentang Keamanan Nuklir, bersamaan itu menyatakan akan konsisten mengembangkan kekuatan nuklir jika Amerika Serikat tidak menarik kembali politik permusuhan terhadap Pyong Yang. Menurut pernyataan resmi RDRK yang dimuat di Kantor Berita Sentral Korea “KCNA”, Konferensi kali ini tidak lain bertujuan berupaya mencegah RDRK memperkuat kemampuan deterensi nuklirnya demi tujuan pertahanan dan Amerika Serikat jangan membuang-buang waktu mengadakan satu pembicaraan yang tak berguna untuk melawan RDRK, tapi sebaiknya mencari solusi nyata misalnya menarik kembali politik permusuhan terhadap Pyong Yang. Juga menurut KCNA, Amerika Serikat dan Republik Korea akan memanfaatkan Konferensi Tingkat Tinggi ini sebagai satu instrumen untuk memperkuat sanksi-sanksi terhadap RDRK, mengorek kelemahan untuk mengutuk hak pendekatan yang sah dari negara ini terhadap senjata-senjata nuklir.

Untuk membuktikan pernyataan-pernyataannya yang keras itu, RDRK telah meluncurkan satu rudal jarak pendek yang terbang kira-kira 200 Km dari zona peristirahatan Wonsan ke laut di sebelah Timur negara ini. Peluncuran rudal ini dilanjutkan dengan serentetan aktivitas provokatif yang baru-baru ini dilakukan Pyong Yang. Bersama dengan peluncuran rudal itu, Pyong Yang juga menyatakan bersedia melakukan “serangan nuklir pre-emtif” untuk mencegah semua ancaman dari Amerika Serikat dan para sekutunya.

Situasi di semenanjung Korea bereskalasi sejak Pyong Yang melakukan percobaan nuklir pada 6 Januari dan peluncuran rudal jarak jauh pada Februari lalu. Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa telah memberikan reaksi yang keras melalui pemberlakuan embargo-embargo yang paling kuat selama ini terhadap RDRK. Amerika Serikat dan Republik Korea juga memperketat sanksi-sanksinya. Pada 29/3, menjelang Konferensi Tingkat Tinggi tentang Keamanan Nuklir, Amerika Serikat, Republik Korea dan Jepang telah melakukan perbahasan tentang kebijakan terhadap Pyong Yang, menggesa kerjasama keamanan trilateral di kawasan dan di dunia. Hubungan antara Republik Korea dan Jepang selama ini menjadi dingin karena masalah-masalah sejarah. Tapi pada latar belakang adanya ancaman nuklir dari RDRK yang semakin meningkat ketika negara ini melakukan berbagai peluncuran rudal dan percobaan nuklir ke-4, dua negara tersebut terpaksa harus “berjabatan tangan” untuk mencari cara memperkuat kerjasama militer. Selama ini, Amerika Serikat selalu berharap dan memacu dua sekutunya yang dekat di Asia ini bisa duduk bersama, menghilangkan rasa dendam dan mempererat hubungan lebih lanjut lagi untuk menciptakan posisi tiga kaki yang kokoh untuk menghadapi RDRK, memperkokoh strategi pemindahan arah ke kawasan Asia – Pasifik.


Mengusahakan kebulatan pendapat bagi masalah panas internasional

Ketegangan militer sedang bereskalasi sampai memusingkan kepala di semenanjung Korea selama berpekan-pekan ini ketika Pemimpin RDRK, Kim Jong Un terus-menerus mengeluarkan banyak gerak gerik militer yang amat provokatif. Setelah dua percobaan nuklir dan peluncuran rudal jarak jauh yang berturut-turut pada Januari dan Februari lalu, Pyong Yang terus melaksanakan serentetan peluncuran rudal jarak pendek dan jarak menengah. Bersamaan itu, RDRK hampir setiap hari mengeluarkan ancaman-ancaman paling keras yang akan dengan tegas melakukan serangan-serangan nuklir pre-emtif terhadap Amerika Serikat dan Republik Korea serta terus melakukan banyak percobaan nuklir dan peluncuran rudal baru untuk memprovokasi lawannya. Tantangan dari Pyong Yang ini telah menghadapi reaksi yang keras dan gigih dari negara tetangga Republik Korea dan sekutu Amerika Serikat. Seoul dan Washington telah mengeluarkan serentetan sanksi-sanksi yang paling kuat selama ini terhadap Pyong Yang, bersamaan itu melakukan tindakan deterensi terhadap negara ini dengan banyak latihan perang militer yang berskala paling besar selama ini.

Semua perkembangan eskalasi yang semakin serius membuat komunitas internasional benar-benar merasa cemas tentang kemungkinan semua hal melampaui kontrol. Pada latar belakang itu, program rudal dan nuklir dari RDRK pasti merupakan satu tema panas pada Konferensi Tingkat Tinggi tentang Keamanan Nuklir kali ini, dengan pimpinan Amerika Serikat. Opini umum berharap supaya walaupun belum bisa meyakinkan RDRK kembali ke meja perundingan, tapi mungkin para pihak akan bisa mencapai kebulatan pendapat tentang cara menangani ketegangan di semenanjung Korea. 

Komentar