Palestina Mencapai Kemajuan Baru untuk Menjadi Anggota Resmi PBB

Quang Dung
Chia sẻ
(VOVWORLD) - Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (MU PBB), pada 11 Mei, melakukan pemungutan suara untuk mengimbau Dewan Keamanan PBB (DK PBB) mempertimbangkan mendukung Palestina menjadi sebuah anggota resmi PBB. Dalam konteks konflik yang semakin rumit di Gaza, mayoritas para pengamat percaya bahwa pengakuan terhadap Palestina sebagai anggota penuh PBB dan pelaksanaan solusi dua negara adalah satu-satunya jalan keluar bagi perdamaian di Timur Tengah. 

Pada sidang darurat istimewa yang membahas situasi Gaza dan keanggotaan Palestina, MU PBB membahas dan memberikan suara untuk mengesahkan resolusi yang diajukan oleh Uni Emirat Arab (UEA), dengan 143 suara pro, 9 suara kontra, dan 25 suara blanko. Resolusi ini menyatakan bahwa Negara Palestina memiliki cukup martabat untuk menjadi anggota resmi PBB, dan merekomendasikan Dewan Keamanan mempertimbangkan  mendukung proses ini.

 

Dukungan Meningkat

Resolusi MU PBB tidak bersifat mengikat secara hukum tetapi merupakan satu kemenangan simbolis yang besar bagi Palestina, menegaskan kecenderungan dukungan terhadap Palestina yang semakin meningkat di dunia. Yang mendesak, Palestina akan mendapat lebih banyak hak mulai dari sidang pleno (UNGA) MU PBB pada bulan September mendatang, seperti: berhak untuk mengeluarkan pernyataan atas nama suatu kelompok; menyampaikan rekomendasi, merevisi atau merekomendasikan isi-isi dalam agenda sementara pada sidang periodik atau sidang luar biasa. Namun karena belum menjadi anggota penuh, Palestina tetap tidak berhak mencalonkan diri dan memilih di badan-badan PBB, seperti DK PBB atau Dewan Ekonomi dan Sosial (ECOSOC).

Perihal Palestina mendapat dukungan kuat dari banyak negara di MU PBB bukanlah kejutan. Negara-negara Arab dan banyak negara berkembang dari kelompok negara Selatan, sudah sejak lama telah selalu mendukung berdirinya negara Palestina dan menjadi anggota penuh PBB. Perang di Gaza, dengan lebih dari 35.000 warga Palestina yang tewas hingga awal Mei ini telah mendorong dukungan tersebut. Khususnya, tingkat kesengitan akibat kampanye militer yang dilakukan Israel di Jalur Gaza juga sedang menimbulkan gelombang simpati dan dukungan yang kuat terhadap Palestina dalam opini publik di negara-negara Barat yang adalah sekutu Israel. Ini adalah salah satu faktor yang membuat banyak pemerintah negara-negara Barat menghadapi tekanan untuk menunjukkan lebih jelas dukungannya terhadap Palestina di PBB. Duta Besar Prancis di PBB, Nicolas de Riviere, mengatakan:

“Prancis mendukung rancangan resolusi yang diajukan oleh UEA untuk memberikan lebih banyak hak bagi anggota pengamat Palestina dalam kerangka PBB. Prancis mendukung Palestina menjadi anggota dengan hak penuh di PBB dan itulah alasan kami untuk memberikan suara dukungan terhadap rancangan resolusi tentang keanggotaan Palestina, diusulkan oleh Aljazair di DK PBB minggu lalu".

Sepandangan dengan hal tersebut, Menteri Luar Negeri Australia, Penny Wong mengatakan bahwa Australia mendukung Resolusi MU PBB mengenai keanggotaan Palestina, karena ingin mendorong upaya perdamaian, dalam konteks proses perdamaian antara Israel dan Palestina telah menemui jalan buntu selama beberapa dekade:

“Sekarang kita semua tahu bahwa pemungutan suara tidak akan membantu mengakhiri konflik ini, karena konflik ini telah berlangsung sepanjang hidup banyak orang. Tapi kita semua harus melakukan sesuatu yang bisa kita lakukan untuk menciptakan dinamika untuk menuju ke perdamaian.”

 

Hambatan Jangka Panjang

Meskipun terdapat kemajuan besar dalam upaya menjadi anggota penuh PBB, namun hambatan-hambatan yang dihadapi Palestina di waktu mendatang masih sangat kompleks. Di antara 9 negara yang memberikan suara kontra termasuk Amerika Serikat (AS), sekutu terbesar Israel dan juga adalah salah satu dari lima Anggota Tetap yang memiliki hak veto di DK PBB. Menurut Piagam PBB, penerimaan anggota baru perlu mendapat dukungan dari 9 di antara 15 anggota DK PBB dan tidak ada Anggota Tetap manapun yang memveto. Selanjutnya, negara calon perlu menerima dukungan dari 2/3 dari anggota MU PBB. Oleh karena itu, pemungutan suara pada 11 Mei hanya membantu Palestina mencapai satu syarat yaitu mendapat dukungan dari 2/3 anggota MU PBB pada saat belum berhasil mengatasi hambatan terbesar yaitu  veto AS. Sebelumnya, pada 18 April, pada pemungutan suara di DK PBB tentang penerimaan Palestina menjadi anggota resmi PBB, AS juga telah memberikan suara untuk memveto.

Ketika menjelaskan keputusan ini, Duta Besar AS untuk PBB, Robert Wood memberitahukan bahwa AS mendukung solusi dua negara namun menyatakan bahwa pembentukan negara Palestina hanyalah merupakan hasil dari negosiasi langsung antara Israel dan Palestina:

“Presiden Joe Biden selalu menegaskan dengan jelas bahwa perdamaian yang berkelanjutan di kawasan ini hanya bisa dicapai melalui solusi dua negara, di mana keamanan Israel terjamin dan warga Israel dan Palestina hidup berdampingan dengan langkah-langkah yang setara tentang kebebasan dan harga diri. Oleh karena itu, pandangan AS ialah semua  tindakan sepihak di PBB dan di lapangan tidak akan membantu mencapai tujuan ini.”

Dalam jangka panjang, para pengamat menilai Palestina tidak akan mampu mengatasi hambatan tersebut dalam waktu dekat karena suara veto AS, setidaknya sampai konflik di Gaza berakhir. Namun, gerak-gerik baru-baru ini juga menunjukkan bahwa Palestina mendapatkan dukungan yang besar dari banyak negara Barat yang sebelumnya ragu-ragu dalam mendorong solusi pembentukan negara Palestina yang mendapatkan hak penuh di PBB. Saat ini, Spanyol dan Republik Irlandia sedang mencoba untuk meminta negara-negara lain untuk dengan sepihak mengakui negara Palestina, yang terkini pada tanggal 21 Mei, tanpa memedulikan tentangan dari Israel./.

Komentar