Caritahu Tentang Motif Kain Ikat Warga Etnis Minoritas E De di Provinsi Dak Lak

H Xiu-Thu Hang
Chia sẻ
(VOVWORLD) - Meskipun tidak lagi diproduksi sepenuhnya dengan tangan seperti dulu, tetapi kain ikat dari warga etnis minoritas E De di Provinsi Dak Lak tetap dipertahankan dengan banyak motif dan corak klasik. Setiap motif dan corak memiliki satu makna dan simbol tersendiri, diwariskan oleh warga etnis Ede kepada anak cucunya baik dalam bentuk belajar sambil berlatih, dan berkreasi sesuai dengan ide para penenun.
Caritahu Tentang Motif Kain Ikat Warga Etnis Minoritas E De di Provinsi Dak Lak - ảnh 1Wanita etnis minoritas E De menenun kain ikat yang motif-motif yang unik (Foto: VOV)

Usianya hampir 70 tahun, Ibu H Nun Bya (biasanya disebut amí Chuyen), di Dukuh Cu Ebong, Kecamatan Ea Kao, Kota Buon Ma Thuot, telah berkaitan dengan alat tenun selama lebih dari 60 tahun. Ibu H Nun menceritakan, sejak kecil, ia telah melihat para ibu dan nenek menenun selimut, selendang, gendongan, rok, dan baju untuk digunakan setiap hari atau digunakan sebagai benda mahar saat menikah, atau hadiah dalam acara-acara khusus, bahkan digunakan sebagai properti untuk melepas orang-orang yang meninggal. Helai-helai kain ikat adalah barang yang sudah terbiasa yang ditenun para perempuan dengan motif -motif yang unik.

Menurut Ibu H Nun, motif di busana warga etnis minoritas E De biasanya memiliki warna-warna dominan yaitu hitam, merah, kuning dan putih. Sejak zaman dahulu, masyarakat E De sering menggunakan benang kapas sebagai bahan baku untuk menenun kain. Setelah dipaneni, kapas akan dibuat menjadi cukup berpori, dipintal menjadi benang, lalu diwarnai dengan lumpur, daun, umbi, akar atau kulit pohon hutan. Ketika menghasilkan benang dengan warna yang diinginkan, orang akan membingkai, mengepang, menenun, dan menciptakan motif.

Di masa lalu, orang menggunakan kapas untuk memintal benang dan mewarnai benang. Warna putih, hitam dan merah paling banyak digunakan untuk membuat motif. Ada banyak jenis motif, ada jenis yang dibuat dari 15, 17 benang, ada yang dibuat dari 27 benang tersedia, bahkan 35 benang. Yang paling sulit adalah membuat motif kngam (jenis motif yang menonjolkan gambar yang ingin dihias ), bahkan motif 10 benang yang juga menggunakan kngam, motif tradisional akan menggunakan “kngam”.

Bergantung pada setiap ragam busana, warga etnis E De akan mendekorasi dan mengatur motif yang berbeda. Motif pada pakaian laki-laki berbeda dengan motif pada pakaian perempuan. Motif pada pakaian sehari-hari berbeda dengan motif yang digunakan untuk hari raya. Bahkan motif pada pakaian menunjukkan kekayaan dan otoritas pemakainya.

Ibu H Yar Kbuor, seorang artisan tenun kain ikat di Dukuh Ktla, Kecamatan Drai Sap, Kabupaten Krong Ana, Provinsi Dak Lak, mengatakan bahwa warga etnis E De memiliki teknik Kteh, yang dianggap sebagai puncak seni dekorasi motif pada busana. Di masa lalu, hanya keluarga kaya yang bisa menggunakan pakaian sehari-hari atau pakaian untuk upacara ritual yang digunakan dengan teknik ini. Menurutnya, Kteh adalah teknik manual, benang berwarna untuk membuat motif digabungkan dengan manik-manik atau biji jail untuk menciptakan garis-garis motif yang ketat, ditenun di dekat tepi keliman baju, sarung atau rok.

 “Warga etnis E De di masa lalu sering menggunakan teknik Kteh untuk membuat motif pakaian yang dikenakan pada festival, upacara ritual, dan pakaian kelas bangsawan. Kteh adalah teknik yang sulit, tidak semua orang bisa menggunakannya, dan saat ini tidak banyak orang yang bisa belajar teknik ini karena ia  lebih sulit dari pada teknik menenun dan membuat motif biasa”.

Untuk membuat motif, penenun akan mendesain tata letak dan ukuran motif dari saat mereka mulai membingkai dan mengambil benang. Selama proses pengaturan benang, para penenun akan mencampurkan warna-warna secara bergantian seperti merah - hitam, hitam - kuning, merah - nila tua agar dalam proses  tenun untuk menghasilkan garis-garis motif yang menonjol dan  sorotan pada pakaian.

Menurut Ibu H Yam Bkrong, Ketua Koperasi Tenun Kain Ikat Tong Bong, di Dukuh Tong Ju, Kecamatan Ea Kao, Kota Buon Ma Thuot, sejak masa dulu, warga etnis E De menggunakan citra yang dekat dari alam untuk memasukannya ke dalam motif seperti burung, kura-kura, kadal; berbagai jenis bunga, daun, pohon; atau benda-benda dalam kehidupan sehari-hari seperti lesung dan alu penggilingan padi, rumah panggung.

Caritahu Tentang Motif Kain Ikat Warga Etnis Minoritas E De di Provinsi Dak Lak - ảnh 2Setiap busana memiliki motif-motif yang berbeda (Foto: VOV)

Dewasa ini dengan perkembangan sosial, benang untuk menenun kain ikat sebagian besar adalah benang industri, namun motif dan warna hiasnya tetap dibuat dengan cara tradisional. Seiring dengan itu, para perempuan etnis E De yang juga kreatif dalam pertenenunan, seperti menambahkan benang, menambahkan gambar, mencampur warna untuk membuat banyak motif yang unik, membuat kain ikat yang lebih berwarna dan unik.

“Motif di kain ikat warga etnis E De ada perbedaan, seperti baju untuk laki-laki dan perempuan digunakan motif naga, pada bagian roknya terdapat motif buah kenari, cabang-cabang bambu yang menyilang, kura-kura, penyu, dan lain-lain. Motif yang digunakan warga etnis E De tidak dimasukkan ke dalam buku, tetapi bergantung pada pemikiran dan kreativitas masing-masing individu. Sehingga saat ini, kalau ingin membuat motif yang lebih besar, kami juga mewariskan motif kuno untuk membuat motif baru, menambahkan jumlah benang dan menciptakan motif-motif baru seperti vas bunga, manusia, atau rumah”.

Dalam kehidupan modern, busana kain ikat hampir tidak lagi muncul dalam aktivitas sehari-hari masyarakat E De di Provinsi Dak Lak. Namun, pada festival-festival dan ritual penting, warga etnis minoritas E De tetap mengenakan pakaian kain ikat tradisional atau yang dibarui dengan motif-motif. Motif itu menjadi sorotan pada pakaian, menciptakan keunikan dan membuat pakain ikat E De menjadi khas di antara banyak busana  etnis-etnis lain yang bermukim di Provinsi Dak Lak./.

Komentar