Strategi Keamanan Nasional Baru: Titik Balik dalam Kebijakan Luar Negeri AS

Quang Dung
Chia sẻ
(VOVWORLD) -Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump, pada 5 Desember 2025, mengumumkan Strategi Keamanan Nasional baru, yang menguraikan sejumlah prioritas baru yang akan dijalankan Amerika Serikat untuk melindungi kepentingan nasional. Dokumen ini menandai salah satu perubahan terbesar dalam strategi global AS sejak berakhirnya Perang Dingin.
Strategi Keamanan Nasional Baru: Titik Balik dalam Kebijakan Luar Negeri AS - ảnh 1Presiden AS Donald Trump mengumumkan Strategi Keamanan Nasional baru (Foto: REUTERS)

Poin yang paling menonjol, dan juga perbedaan terbesar dalam Strategi Keamanan Nasional yang baru saja diumumkan AS dibandingkan dengan strategi Pemerintah AS sebelumnya, adalah kembalinya posisi prioritas utama di Belahan Barat, khususnya Amerika Latin. Strategi tersebut dengan jelas menyatakan bahwa Pemerintah pimpinan Presiden Donald Trump bermaksud untuk mempertahankan kehadiran militernya yang lebih besar di kawasan ini untuk menangani masalah imigrasi ilegal, narkoba, dan kebangkitan kekuatan saingan di masa mendatang. Dokumen tersebut menyatakan bahwa "keamanan perbatasan adalah elemen inti dari keamanan nasional dan Amerika Serikat harus mempertahankan posisi terdepan di Belahan Barat sebagai prasyarat bagi keamanan dan kemakmuran Amerika." Bersamaan itu, ketentuan aliansi dan pemberian bantuan AS harus berfokus pada upaya mengurangi pengaruh lawan eksternal, mulai dari mengendalikan fasilitas militer, pelabuhan, infrastruktur utama, hingga perolehan aset strategis. Menurut para analis, perubahan-perubahan di atas menandai kembalinya Doktrin Monroe, yang diperkenalkan oleh Presiden AS James Monroe pada tahun 1823, yang menyatakan bahwa Amerika Serikat tidak akan menoleransi campur tangan asing yang merugikan kepentingannya di belahan bumi Barat. Profesor Atilio Boron, dari Universitas Buenos Aires di Argentina, menilai:

Hal terpenting bagi Amerika Serikat adalah mengendalikan kawasan Amerika Latin karena kawasan ini memiliki semua sumber daya penting yang dibutuhkan Amerika Serikat, mulai dari air, minyak, gas alam hingga kobalt, litium, kayu, dan emas. Sumber daya ini sangat dekat dengan Amerika Serikat, sehingga memberikan keuntungan geografis. Oleh karena itu, Amerika Serikat akan memantau secara ketat semua fluktuasi diplomatik dan politik negara-negara di kawasan tersebut.

 Perubahan besar ini menjadikan prioritas utama Amerika Serikat sebelumnya, seperti persaingan dengan negara adikuasan seperti Rusia dan Tiongkok atau kontraterorisme, disebutkan dalam bahasa yang lebih netral dan tidak terlalu tegang. Bagi Rusia, strategi baru ini menekankan tujuan memulihkan kondisi stabilitas strategis dengan Rusia, sekaligus menyatakan bahwa kepentingan inti AS adalah menegosiasikan penyelesaian konflik di Ukraina, memfasilitasi proses pembangunan kembali Ukraina pascakonflik, dan meminimalkan risiko konfrontasi antara Rusia dan negara-negara lain di Eropa.

Strategi ini juga memfokuskan sebagian besar isinya pada Tiongkok. Strategi baru ini menggunakan bahasa yang lebih hati-hati dan sama sekali tidak provokatif, menekankan komitmen untuk menyeimbangkan kembali hubungan ekonomi AS-Tiongkok, memprioritaskan resiprositas dan keadilan untuk memulihkan kemandirian ekonomi AS; menyerukan "mempertahankan hubungan ekonomi yang benar-benar saling menguntungkan dengan Beijing". Perubahan Besar bagi Eropa

Berbeda dengan bahasa yang lebih hati-hati dan konstruktif mengenai hubungan dengan Rusia dan Tiongkok, strategi keamanan nasional AS yang baru mendedikasikan sebagian besar isinya untuk mengkritik keras sekutu-sekutu Eropa, dengan menegaskan bahwa Washington akan mendukung mereka yang memiliki pandangan yang berlawanan dengan nilai-nilai yang dianut Uni Eropa (UE), terutama dalam isu imigrasi. Pemerintah pimpinan Presiden Donald Trump berpendapat bahwa strategi ini menunjukkan menurunnya pangsa Eropa dalam ekonomi global, dan bahwa Eropa sedang dilemahkan oleh kebijakan imigrasi, penurunan angka kelahiran, dan meningkatnya risiko "musnahnya peradaban." Beberapa bagian dari strategi ini menggemakan argumen yang disampaikan oleh Wakil Presiden AS J.D. Vance dalam pidatonya yang mengejutkan di Konferensi Keamanan München di Jerman awal tahun ini, ketika ia mengatakan bahwa Eropa menghambatkan kebebasan berbicara atau kebebasan politik, yang menyiratkan bahwa banyak negara Eropa berusaha mencegah partai-partai yang dianggap "sayap kanan ekstrem" atau "populis".

Kritik-kritik ini menciptakan suasana tegang di Eropa, dengan banyak analis menilai hal ini sebagai penegasan bahwa AS "mulai meninggalkan" Eropa. Namun, banyak pejabat Eropa telah mencoba meremehkan perubahan dalam strategi baru AS, dengan menekankan bahwa "AS tetap menjadi sekutu terbesar Eropa", sekaligus membela kebijakan blok tersebut sendiri. Menteri Luar Negeri Jerman Johann Wadephul menyatakan:

Amerika Serikat tetap menjadi sekutu terpenting kami dalam aliansi (NATO). Aliansi ini berfokus pada isu-isu politik dan keamanan, berdasarkan nilai-nilai bersama, yang berarti topik-topik lain juga dapat dibahas. Namun, saya yakin bahwa isu-isu seperti kebebasan berbicara atau pengorganisasian masyarakat bebas, setidaknya di Jerman, tidak termasuk dalam konteks ini. Kami juga tidak yakin siapa pun boleh memberi kami nasihat apa pun tentang isu-isu ini, karena hal tersebut tercantum dalam Konstitusi.”

Isu lain yang diangkat oleh strategi baru AS bagi Eropa adalah masa depan Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO). Dalam strategi tersebut, AS bertujuan untuk "mengakhiri persepsi dan mencegah kenyataan bahwa NATO adalah aliansi yang terus berkembang".

Beberapa sumber diplomatik Eropa telah mengungkapkan bahwa tahun 2027 bisa menjadi batas waktu yang ditetapkan AS bagi Eropa untuk mengambil alih misi keamanannya sendiri, alih-alih bergantung pada NATO dengan AS sebagai pilarnya.

Komentar