Inggris mengusahakan permufakatan-permufakatan dagang pasca Brexit

HONG VAN
Chia sẻ
(VOVWORLD) -  Tanpa memperdulikan kerumitan dan perselisihan dalam internal tentang keluarnya Inggris dari Uni Eropa (Brexit)  dengan ada atau tidak ada permufakatan, London tetap diam-diam memperhebat perundingan tentang permufakatan-permufakatan dagang dengan banyak negara untuk membela kepentingan ekonominya. Hingga kini, proses ini mencapai hasil-hasil yang menggembirakan sehingga membuat Perdana Menteri (PM) Inggris, Boris Johnson percaya bahwa Inggris akan meninggalkan Uni Eropa secara tepat waktu tanpa memperdulikan syarat-syarat perpisahan setelah lebih dari 40 tahun tinggal dalam rumah bersama.

Enam pekan sebelum  secara prinsipil  akan berpisah dengan Uni Eropa, Inggris telah menandatangani kira-kira 13 permufakatan dagang dan sedang melakukan perundingan dengan lebih dari 30 perekonomian lain, permufakatan yang terkini ialah dengan Perserkutuan Tarif  Benua Afrika bagian Selatan. Akan tetapi, semua naskah ini hanya menjadi efektif  pasca Brexit.

 

Diam-diam menggelarkan perundingan

Dalam kenyataannya, pada hakekatnya, keluarnya Inggris dari Uni Eropa hanya merupakan pengubahan beberapa syarat perdagangan, jadi bukanlah menghapuskan hubungan perdagangan. Oleh karena itu, walaupun Inggris keluar dari Uni Eropa, tapi Inggris tetap merupakan partner dagang dari Uni Eropa dan sebaliknya. Menurut kalangan analis, hal ini tidak bicara tentang masalah apakah bisa mengisi atau tidak mengisi kekosongan perdagangan setelah Inggris keluar dari Uni Eropa, kalau adapun hanyalah di segi hukum karena  Uni Eropa telah menandatangani lebih dari 40 perjanjian perdagangan bebas dengan lebih dari 70 negara. Dan selaku anggota, Inggris harus bertanggung-jawab melaksanakan perjanjian-perjanjian ini. Pertanyaannya ialah setelah meninggalkan Uni Eropa, Inggris akan melaksanakan semua permufakatan dagang dengan 70 negeri ini menurut cara apa? Untuk bisa melaksanakan hal itu, Inggris telah mengirim rombongan-rombongan perunding ke negara-negara ini sejak kira-kira 2 tahun lalu. Dan hingga kini, Inggris telah berhasil menandatangani 13 permufakatan tentang dilanjutkannya aktivitas perdagangan dengan 38 negara. Negara-negara ini  tidak mengganti Uni Eropa sepenuhnya, tapi merupakan negara-negara yang memainkan peranan penting terhadap ekspor Inggris, di antaranya ada Irlandia dan Swiss. Selain itu ialah Afrika, Amerika Latin, Republik Korea dan sebagainya. Satu hal yang menyenangkan lainnya ialah Inggris punya kira-kira 16 perjanjian serupa dengan negara-negara, di antaranya ada ASEAN yang pada pokoknya telah selesai dan hanya menunggu Inggris resmi keluar dari Uni Eropa untuk ditandatanganani dan menjadi efektif.

 

Anggukan kepala dari banyak mitra

Permufakatan dagang terkini yang baru saja diparaf oleh Inggris dengan Persekutuan Tarif  benua Afrika sebelah Selatan (SACU) meliputi 6 negara yaitu Republik Afrika Selatan, Botswana, Lesotho, Namibia, Swaziland dan Mozambik. Permufakatan ini akan menjamin  kontinyuitas semua syarat perdagangan pasca Brexit. Dalam satu pernyataannya pada tanggal 11 September, Menteri Perdagangan Luar Negeri Inggris, Liz Truss memberitahukan bahwa  permufakatan ini membolehkan badan-badan usaha mempertahankan hubungan perdagangan masa pasca Brexit tanpa menjumpai  rintangan tambahan  manapun. Pada tahun 2018, nilai perdagangan antara Inggris dengan 6 negara Afrika tersebut mencapai lebih dari 9,7 miliar pound sterling (sama dengan 12 miliar USD).

Tidak lama sebelumnya, Inggris telah melakukan perundingan-perundingan aktif tentang perdagangan dengan Amerika Serikat (AS). Dalam kenyataannya, AS merupakan sekutu nomor 1 dan pasar yang menguntungkan nomor 1 bagi Inggris. Menurut statistik, nilai ekspor Inggris ke AS mencapai kira-kira 112 miliar pound sterling per tahun dan nilai impor barang dagangan mencapai kira-kira 70 miliar pound sterling. Sementara itu, dalam hubungan dengan Uni Eropa, Inggris selalu menderita defisit sebanyak 60-100 miliar pound sterling per tahun. Menurut Presiden AS, Donald Trump, hubungan perdagangan bilateral AS-Inggris dulu dirintangi oleh martabat London sebagai anggota Uni Eropa, karena menurut ketentuan Uni Eropa, semua negara anggotanya tidak dapat merundingkan permufakatan-permufakatan dagang bebas tersendiri. Oleh karena itu, Presiden AS, Donald Trump berharap agar setelah Inggris resmi keluar dari Uni Eropa, nilai perdagangan antara Inggris dan AS akan mencapai terobosan. Sementara itu, PM Boris Johnson mengharapkan bahwa permufakatan dagang besar dengan AS akan membuka peluang bagi badan-badan usaha Inggris, terutama di cabang jasa dan memasuki pasar yang potensial di  “negara bendera bunga”. Direncanakan, kalau permufakatan ditandatangani, maka pertukaran perdagangan bilateral akan meningkat 1,5 kali lipat dalam waktu 4 tahun.

Setelah AS, Tiongkok merupakan pasar yang tidak bisa dilepaskan oleh Inggris. Bagi Tiongkok, sekarang ini, dua negara telah melakukan perundingan dasar dan bersama-sama menyetujui perjanjian yang akan ditandatangani setelah Inggris keluar dari Uni Eropa. Sekarang ini, surplus perdagangan Tiongkok terhadap Inggris sangat besar, setiap tahun, nilai surplus perdagangan Tingkok terhadap Inggris menduduki 50% total nilai ekspor-impor Inggris. Oleh karena itu, laju perundingan tentang isi-isi terinci dalam permufakatan dagang bilateral pada waktu mendatang akan tidak menjumpai terlalu banyak kesulitan.

Dalam pada itu, Wakil Perdagangan Rusia di Inggris, Boris Abramov menyatakan bahwa Moskow ingin menyelesaikan satu permufakatan dagang baru dengan London setelah Inggris keluar dari Uni Eropa. Menurut dia, tanpa memperdulikan masalah ada atau tidak ada permufakatan tentang Brexit, Moskow dan London akan meneruskan, sedikitnya melakukan transaksi menurut kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh Organisasi Perdagangan Sedunia.

Perihal Inggris tekun mendorong perundingan dengan banyak negara selama 2 tahun ini untuk mencapai permufakatan-permufakatan dagangan akan membantu pertukaran perdagangan antara Inggris dan para mitra tidak terputus setelah Inggris resmi meninggalkan Uni Eropa. Hal ini turut membantu perekonomian Inggris stabil dan tidak mengalami kekacauan, faktor yang diperlukan pada latar belakang internal Inggris mengalami kontradiksi dan perpecahan karena proses Brexit.  

Komentar